Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) bersama Pemerintah Kabupaten Barito Kuala (Pemkab Batola) melaksanakan kesepakatan terkait penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI).
Penandatanganan Nota Kesepakatan dan Rencana Kerja berlangsung Aula KH Abdurrahman Wahid, BP2MI, Jakarta Selatan, Rabu (8/12).
Pada penandatanganan tersebut dari Pemkab Batola diwakili Wakil Bupati H Rahmadian Noor sedangkan dari BP2MI langsung dilakukan Kepala BP2MI Benny Rahmdani.
Selain Batola terdapat satu yayasan, empat lembaga pendidikan, lima lembaga kesehatan, 15 pemerintah daerah lainnya melakukan hal yang sama di mantaranya Kota Banjarmasin, Kabupaten Tapin, Kabupaten Aceh Tamiang, Asahan, Padang Pariaman, Agam, Mesuji, Way Kanan, Lampung Tengah, Pringsewu, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, Minahasa Tenggara, Buol, dan Grobogan.
Penandatanganan juga dilakukan bersama Yayasan Islam Syekh Yusuf, Universitas Islm Syekh Yusuf, Politeknik Kesehatan (Poltekes) Kemenkes Malang, Stikes Bala Keselamataan Palu, LPK Pusakaa Mulia Insani, RS Pelabuhan Jakarta, RS Pelabuhan Cirebon, RS Bhayangkara TK II Semarang, RS Mitra Plumbon Cirebon, dan RS Bhakti Asih.
Penandatanganan Nota Kesepakatan BP2MI dengan Pemkab Batola berisi lima pointer, meliputi sinergi dalam pemberantasan sindikasi pengiriman ilegal PMI yang berasal dari Kabupaten Batola, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi Calon PMI yang berasal dari Batola, fasilitasi dalam melaksanakan pelindungan calon PMI dan PMI di Kabupaten Batola.
Selanjutnya, sinergi melaksanakan pelayanan penempatan dan pelindungan calon PMI dan PMI yang berasal dari Kabupaten Batola, sosialisasi peluang PMI di negara tujuan penempatan dan koordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi lainnya yang disepakti sesuai ketentuan peraaturan perundang-undangan.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyampaikan, kegiatan tersebut salah satu perwujudan mandat Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, khususnya Pasal 40, 41 dan 42 yang memberikan tanggung jawab dan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam hal pemberdayaan dan pelindungan PMI.
“Kerja sama ini mencakup optimalisasi peran dari masing-masing pihak, baik BP2MI, pemerintah daerah, lembaga pendidikan maupun lembaga kesehatan untuk mendukung pelaksanaan pelindungan PMI,” pungkas Benny.
Berdasarkan data dari World Bank, jelas dia, ada sembilan juta PMI saat ini tersebar di 150 negara di dunia.
Namun, papar dia, hanya 4,4 juta PMI tercatat di dalam sistem milik BP2MI dan dapat dipastikan telah berangkat secara prosedural, sehingga data mereka tercatat dengan jelas dan berada dalam pelindungan negara.
“Di sisi lain, 4,6 juta PMI lainnya adalah PMI nonprosedural. Sebanyak 90 persen dari mereka adalah korban dari penempatan kerja tidak resmi. Saya dapat katakan Indonesia saat ini sedang berada dalam masa darurat penempatan ilegal PMI dikendalikan para mafia dan sindikat,” pungkas Benny.
Padahal, lanjut Benny, kesempatan bekerja ke luar negeri terbuka sangat besar. Jepang, contohnya, membuka kesempatan untuk 70 ribu tenaga kesehatan dari Indonesia. Namun, saat ini Indonesia baru dapat memenuhi sekitar empat ribu saja.
“Misalnya di Jepang, penghasilan rata-rata berkisar Rp 22 hingga 30 juta. Jika tidak menjadi Kepala BP2MI, saya sangat tertarik untuk bekerja di luar negeri dengan gaji sebesar itu,” kelakar Benny.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Penandatanganan Nota Kesepakatan dan Rencana Kerja berlangsung Aula KH Abdurrahman Wahid, BP2MI, Jakarta Selatan, Rabu (8/12).
Pada penandatanganan tersebut dari Pemkab Batola diwakili Wakil Bupati H Rahmadian Noor sedangkan dari BP2MI langsung dilakukan Kepala BP2MI Benny Rahmdani.
Selain Batola terdapat satu yayasan, empat lembaga pendidikan, lima lembaga kesehatan, 15 pemerintah daerah lainnya melakukan hal yang sama di mantaranya Kota Banjarmasin, Kabupaten Tapin, Kabupaten Aceh Tamiang, Asahan, Padang Pariaman, Agam, Mesuji, Way Kanan, Lampung Tengah, Pringsewu, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, Minahasa Tenggara, Buol, dan Grobogan.
Penandatanganan juga dilakukan bersama Yayasan Islam Syekh Yusuf, Universitas Islm Syekh Yusuf, Politeknik Kesehatan (Poltekes) Kemenkes Malang, Stikes Bala Keselamataan Palu, LPK Pusakaa Mulia Insani, RS Pelabuhan Jakarta, RS Pelabuhan Cirebon, RS Bhayangkara TK II Semarang, RS Mitra Plumbon Cirebon, dan RS Bhakti Asih.
Penandatanganan Nota Kesepakatan BP2MI dengan Pemkab Batola berisi lima pointer, meliputi sinergi dalam pemberantasan sindikasi pengiriman ilegal PMI yang berasal dari Kabupaten Batola, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi Calon PMI yang berasal dari Batola, fasilitasi dalam melaksanakan pelindungan calon PMI dan PMI di Kabupaten Batola.
Selanjutnya, sinergi melaksanakan pelayanan penempatan dan pelindungan calon PMI dan PMI yang berasal dari Kabupaten Batola, sosialisasi peluang PMI di negara tujuan penempatan dan koordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi lainnya yang disepakti sesuai ketentuan peraaturan perundang-undangan.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyampaikan, kegiatan tersebut salah satu perwujudan mandat Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, khususnya Pasal 40, 41 dan 42 yang memberikan tanggung jawab dan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam hal pemberdayaan dan pelindungan PMI.
“Kerja sama ini mencakup optimalisasi peran dari masing-masing pihak, baik BP2MI, pemerintah daerah, lembaga pendidikan maupun lembaga kesehatan untuk mendukung pelaksanaan pelindungan PMI,” pungkas Benny.
Berdasarkan data dari World Bank, jelas dia, ada sembilan juta PMI saat ini tersebar di 150 negara di dunia.
Namun, papar dia, hanya 4,4 juta PMI tercatat di dalam sistem milik BP2MI dan dapat dipastikan telah berangkat secara prosedural, sehingga data mereka tercatat dengan jelas dan berada dalam pelindungan negara.
“Di sisi lain, 4,6 juta PMI lainnya adalah PMI nonprosedural. Sebanyak 90 persen dari mereka adalah korban dari penempatan kerja tidak resmi. Saya dapat katakan Indonesia saat ini sedang berada dalam masa darurat penempatan ilegal PMI dikendalikan para mafia dan sindikat,” pungkas Benny.
Padahal, lanjut Benny, kesempatan bekerja ke luar negeri terbuka sangat besar. Jepang, contohnya, membuka kesempatan untuk 70 ribu tenaga kesehatan dari Indonesia. Namun, saat ini Indonesia baru dapat memenuhi sekitar empat ribu saja.
“Misalnya di Jepang, penghasilan rata-rata berkisar Rp 22 hingga 30 juta. Jika tidak menjadi Kepala BP2MI, saya sangat tertarik untuk bekerja di luar negeri dengan gaji sebesar itu,” kelakar Benny.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021