Warga Desa Pantai Walang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan protes ke pihak perusahaan karena sepetak tanahnya tercemar limbah batu bara.
Pemilik tanah H Suriani menyebut limbah itu berupa debu batu bara yang ada di jalan angkutan, apabila hujan terbawa air hingga mengendap di tanahnya.
"Tanah seluas 300 meter persegi milik saya di samping jalan houling salah satu perusahaan tambang, tercemar limbah batu bara. Sudah sejak beberapa tahun yang lalu," ujarnya, Rabu.
Protes itu berujung kepada aksi penutupan jalan angkutan batu bara pada Selasa, (5/10) lalu, hingga menghambat angkutan dan berhasil menarik perhatian masyarakat serta pihak perusahaan.
"Waktu itu kita tutup selama tiga jam. Kemacetan sepanjang lima KM, setelah itu kita ke Polsek Bungur dan mediasi bersama pihak perusahan Namun tidak ada kesepakatan," ujarnya.
Sekarang, tokoh masyarakat itu menuntut pertanggungjawaban pihak perusahaan atas rembesan air dari jalan angkutan batu bara yang menimbulkan kerugian baginya.
Kapolsek Bungur Iptu Tatang Supriadi membenarkan permasalahan yang sempat berujung pada aksi penutupan jalan angkutan itu.
"Pernah ada aksi penutupan di jalan milik .Sudah tiga kali mediasi di Polsek Bungur, kita sebagai penengah," ujarnya.
Komisi IV DPRD Kalsel Wahyudi Rahman, berikan komentar terkait permasalahan itu, dikatakannya perlu ada perhatian khusus dari pihak perusahan.
"Jangan sampai ada konflik. Masalah ini jangan sampai berlarut, harus segera diselesaikan. Terkait pencemaran pihak perusahan dan pemerintah daerah harus melakukan monitoring langsung baik ke lahan warga atau sungai," ujar DPRD di daerah pemilihan Tapin itu.
Wahyudi mengatakan akan menindaklanjuti permasalahan itu, ke tingkat kabupaten hingga provinsi agar masalah itu dapat terselesaikan.
"Kita juga akan turun ke lapangan untuk memonitoring jalan angkutan itu," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Pemilik tanah H Suriani menyebut limbah itu berupa debu batu bara yang ada di jalan angkutan, apabila hujan terbawa air hingga mengendap di tanahnya.
"Tanah seluas 300 meter persegi milik saya di samping jalan houling salah satu perusahaan tambang, tercemar limbah batu bara. Sudah sejak beberapa tahun yang lalu," ujarnya, Rabu.
Protes itu berujung kepada aksi penutupan jalan angkutan batu bara pada Selasa, (5/10) lalu, hingga menghambat angkutan dan berhasil menarik perhatian masyarakat serta pihak perusahaan.
"Waktu itu kita tutup selama tiga jam. Kemacetan sepanjang lima KM, setelah itu kita ke Polsek Bungur dan mediasi bersama pihak perusahan Namun tidak ada kesepakatan," ujarnya.
Sekarang, tokoh masyarakat itu menuntut pertanggungjawaban pihak perusahaan atas rembesan air dari jalan angkutan batu bara yang menimbulkan kerugian baginya.
Kapolsek Bungur Iptu Tatang Supriadi membenarkan permasalahan yang sempat berujung pada aksi penutupan jalan angkutan itu.
"Pernah ada aksi penutupan di jalan milik .Sudah tiga kali mediasi di Polsek Bungur, kita sebagai penengah," ujarnya.
Komisi IV DPRD Kalsel Wahyudi Rahman, berikan komentar terkait permasalahan itu, dikatakannya perlu ada perhatian khusus dari pihak perusahan.
"Jangan sampai ada konflik. Masalah ini jangan sampai berlarut, harus segera diselesaikan. Terkait pencemaran pihak perusahan dan pemerintah daerah harus melakukan monitoring langsung baik ke lahan warga atau sungai," ujar DPRD di daerah pemilihan Tapin itu.
Wahyudi mengatakan akan menindaklanjuti permasalahan itu, ke tingkat kabupaten hingga provinsi agar masalah itu dapat terselesaikan.
"Kita juga akan turun ke lapangan untuk memonitoring jalan angkutan itu," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021