Sebelum musim MotoGP mulai Fabio Quartararo mengatakan ia yakin mampu merebut gelar juara dunia dan di Italia pada Minggu ia mewujudkan hal itu, mempersembahkan titel pertama bagi Prancis.
Quartararo tak pernah merasa minder, kepada AFP pada Februari ia mengatakan, "Saya merasa siap memenangi kejuaraan ini."
Sang pebalap Prancis mengunci gelar juara dunia MotoGP musim ini setelah rival terdekatnya, Francesco Bagnaia, terjatuh di Grand Prix Emilia Romagna.
Di usia 22 tahun 187 hari, pebalap kelahiran Nice itu menggeser Valentino Rossi sebagai pebalap termuda kedua yang menjadi juara dunia di era MotoGP setelah Marc Marquez, yang merebut titel pertamanya di usia 20 tahun 266 hari.
Baca juga: Fabio Quartararo, juara dunia baru MotoGP
Quartararo membuka musim lalu dengan dua kemenangan sebelum meredup. Musim ini dia cepat panas kembali, memenangi balapan kedua dan ketiga dan kali ini mempertahankan keunggulannya di klasemen dengan mulus dan terkendali seperti gaya membalapnya.
Kecuali di Barcelona, di mana ia mendapat penalti tiga detik karena mengakhiri balapan dengan ritsleting baju balap yang terbuka, dia tak mendapat gangguan berarti.
Ketika lengan kanannya mengalami cedera di Jerez ketika memimpin lomba, dia melorot ke P13. Quartararo kemudian menjalani bedah 'arm pump' dan bangkit.
"Saya tidak mengatakan kepada diri saya sendiri: kita tak lagi favorit," kata Quartararo. "Kami memiliki masalah, kami menjalani operasi dan itu saja. Itu bisa terjadi dan Anda tak kalah di kejuaraan karena satu balapan."
Baca juga: Vinales kuasai trek basah Misano di FP1 Grand Prix San Marino
Dia kembali 13 hari kemudian setelah operasi untuk finis ketiga di Le Mans. Dia kemudian menang di Mugello dua pekan berselang.
Ketika Francesco Bagnaia memulai menunjukkan kekuatan Ducatinya untuk memenangi dua balapan secara beruntun, Quartararo menjaga perolehan poinnya.
Ketika Marc Marquez tampil dominan memenangi GP Amerika Serikat di Austin pada Oktober, meninggalkan lawan-lawannya, Quartararo cukup puas bisa lebih cepat dari pebalap lainnya, finis runner-up di sirkuit yang ia tidak sukai dan menjaga jarak aman di puncak klasemen.
"Saya hampir merasa lebih baik ketimbang ketika menang karena kami semakin dekat ke gelar juara," kata Quartararo setelah lomba. "Tujuan saya adalah berada di podium dan saya melakukan itu."
Setelah mengantongi keunggulan 52 poin, Quartararo semakin mantap untuk segera mengunci gelar juara dunia ketika tiba di Misano. Dan ia mewujudkan itu.
Quartararo memulai membalap di usia empat tahun. Dia mendominasi kompetisi junior sebelum naik ke Moto3 pada 2015 di usia 16 tahun sebelum naik kelas Moto2 pada 2017.
Meskipun demikian, di kedua kelas itu dia memenangi hanya satu balapan, pada 2018, dan tak pernah finis lebih tinggi dari peringkat 10 di klasemen.
Bakat tersembunyi
Wilco Zeelenberg, bos tim satelit Yamaha SRT, yakin bahwa gaya membalap Quartararo, yang memiliki postur 1,72cm, dan tipe tubuhnya cocok dengan kekuatan dan berat motor MotoGP sebelum mengontrak sang pebalap muda.
Quartararo dengan cepat menunjukkan kematangan. Setelah finis P16 di seri pembuka musim, dia menyelesaikan 15 dari 18 balapan yang tersisa, dengan mengantongi tujuh finis podium.
Dia mengawali musim 2020 dengan kemenangan di Jerez untuk menjadi pebalap Prancis pertama yang memenangi balapan kelas premier setelah Regis Laconi menjuarai GP Valencia di kelas 500cc pada 1999.
Ketika Quartararo menang lagi di sirkuit yang sama satu pekan berselang, dia menjadi pebalap Prancis tersukses, mengalahkan Laconi, Pierre Monneret, yang memenangi satu balapan pada 1954, dan Christian Sarron, pada 1985.
Akan tetapi, performa Quartararo tak stabil. Ia menang di Catalunya pada September, tapi di musim yang terdiri dari 14 balapan karena terganjal pandemi, dia tak dapat meraih podium lagi dan menyelesaikan kejuaraan di peringkat kedelapan.
"Itu hanya musim kedua saya di MotoGP dan saya tidak tahu bagaimana mengatasi (masalah) dengan baik," kata Quartararo.
Di musim ini, Quartararo meningkatkan level permainannya ketika dipromosikan ke tim pabrikan Yamaha, bertukar bangku dengan pebalap legendaris Valentino Rossi.
"Ketika mereka memanggil saya bakat balap dari Prancis, saya melihat itu sebagai bagian kecil dari realitas," kata Quartararo. "Anda harus realistis: Saya memiliki potensi yang sangat besar, tapi Anda harus bijaksana dan bekerja keras."
Pada Minggu, dia mewujudkan prediksinya sendiri dengan memenangi gelar juara dunia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Quartararo tak pernah merasa minder, kepada AFP pada Februari ia mengatakan, "Saya merasa siap memenangi kejuaraan ini."
Sang pebalap Prancis mengunci gelar juara dunia MotoGP musim ini setelah rival terdekatnya, Francesco Bagnaia, terjatuh di Grand Prix Emilia Romagna.
Di usia 22 tahun 187 hari, pebalap kelahiran Nice itu menggeser Valentino Rossi sebagai pebalap termuda kedua yang menjadi juara dunia di era MotoGP setelah Marc Marquez, yang merebut titel pertamanya di usia 20 tahun 266 hari.
Baca juga: Fabio Quartararo, juara dunia baru MotoGP
Quartararo membuka musim lalu dengan dua kemenangan sebelum meredup. Musim ini dia cepat panas kembali, memenangi balapan kedua dan ketiga dan kali ini mempertahankan keunggulannya di klasemen dengan mulus dan terkendali seperti gaya membalapnya.
Kecuali di Barcelona, di mana ia mendapat penalti tiga detik karena mengakhiri balapan dengan ritsleting baju balap yang terbuka, dia tak mendapat gangguan berarti.
Ketika lengan kanannya mengalami cedera di Jerez ketika memimpin lomba, dia melorot ke P13. Quartararo kemudian menjalani bedah 'arm pump' dan bangkit.
"Saya tidak mengatakan kepada diri saya sendiri: kita tak lagi favorit," kata Quartararo. "Kami memiliki masalah, kami menjalani operasi dan itu saja. Itu bisa terjadi dan Anda tak kalah di kejuaraan karena satu balapan."
Baca juga: Vinales kuasai trek basah Misano di FP1 Grand Prix San Marino
Dia kembali 13 hari kemudian setelah operasi untuk finis ketiga di Le Mans. Dia kemudian menang di Mugello dua pekan berselang.
Ketika Francesco Bagnaia memulai menunjukkan kekuatan Ducatinya untuk memenangi dua balapan secara beruntun, Quartararo menjaga perolehan poinnya.
Ketika Marc Marquez tampil dominan memenangi GP Amerika Serikat di Austin pada Oktober, meninggalkan lawan-lawannya, Quartararo cukup puas bisa lebih cepat dari pebalap lainnya, finis runner-up di sirkuit yang ia tidak sukai dan menjaga jarak aman di puncak klasemen.
"Saya hampir merasa lebih baik ketimbang ketika menang karena kami semakin dekat ke gelar juara," kata Quartararo setelah lomba. "Tujuan saya adalah berada di podium dan saya melakukan itu."
Setelah mengantongi keunggulan 52 poin, Quartararo semakin mantap untuk segera mengunci gelar juara dunia ketika tiba di Misano. Dan ia mewujudkan itu.
Quartararo memulai membalap di usia empat tahun. Dia mendominasi kompetisi junior sebelum naik ke Moto3 pada 2015 di usia 16 tahun sebelum naik kelas Moto2 pada 2017.
Meskipun demikian, di kedua kelas itu dia memenangi hanya satu balapan, pada 2018, dan tak pernah finis lebih tinggi dari peringkat 10 di klasemen.
Bakat tersembunyi
Wilco Zeelenberg, bos tim satelit Yamaha SRT, yakin bahwa gaya membalap Quartararo, yang memiliki postur 1,72cm, dan tipe tubuhnya cocok dengan kekuatan dan berat motor MotoGP sebelum mengontrak sang pebalap muda.
Quartararo dengan cepat menunjukkan kematangan. Setelah finis P16 di seri pembuka musim, dia menyelesaikan 15 dari 18 balapan yang tersisa, dengan mengantongi tujuh finis podium.
Dia mengawali musim 2020 dengan kemenangan di Jerez untuk menjadi pebalap Prancis pertama yang memenangi balapan kelas premier setelah Regis Laconi menjuarai GP Valencia di kelas 500cc pada 1999.
Ketika Quartararo menang lagi di sirkuit yang sama satu pekan berselang, dia menjadi pebalap Prancis tersukses, mengalahkan Laconi, Pierre Monneret, yang memenangi satu balapan pada 1954, dan Christian Sarron, pada 1985.
Akan tetapi, performa Quartararo tak stabil. Ia menang di Catalunya pada September, tapi di musim yang terdiri dari 14 balapan karena terganjal pandemi, dia tak dapat meraih podium lagi dan menyelesaikan kejuaraan di peringkat kedelapan.
"Itu hanya musim kedua saya di MotoGP dan saya tidak tahu bagaimana mengatasi (masalah) dengan baik," kata Quartararo.
Di musim ini, Quartararo meningkatkan level permainannya ketika dipromosikan ke tim pabrikan Yamaha, bertukar bangku dengan pebalap legendaris Valentino Rossi.
"Ketika mereka memanggil saya bakat balap dari Prancis, saya melihat itu sebagai bagian kecil dari realitas," kata Quartararo. "Anda harus realistis: Saya memiliki potensi yang sangat besar, tapi Anda harus bijaksana dan bekerja keras."
Pada Minggu, dia mewujudkan prediksinya sendiri dengan memenangi gelar juara dunia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021