DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam hal ini Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan yang juga membidangi Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD mengharapkan PT Bank Kalsel jangan sampai jadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Ketua Komisi II DPRD Kalsel Imam Suprastowo mengemukakan harapan itu di Banjarmasin, Selasa berkaitan dengan kinerja Bank Kalsel atau yang juga dengan sebutan Banknya Urang Banua tersebut.

Pasalnya, menurut anggota DPRD Kalsel dua periode tersebut, jika Banknya Urang Banua itu tidak mencapai modal inti Rp3 triliun hingga 31 Desember 2024 bisa tak memenuhi persyaratan sebagai bank umum, sehingga statusnya berubah jadi BPR.

"Sebab sebagaimana Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 bahwa bank umum yang sudah berstatus Perseroan Terbatas (PT) bila tak memenuhi modal inti bisa turun menjadi BPR," ujarnya.

"Hal tersebut tentunya akan mengintervensi produk jasa dan transfer dana pusat ke daerah. Bank Kalsel tak bisa lagi menjadi penyalur keuangan pusat karena tak relevan," lanjutnya.

Ia beranggapan, Banknya Urang Banua belum memiliki persiapan matang untuk mengejar deadline modal inti minimal (MIM) sebesar Rp3 triliun hingga akhir 2024.

“Kita menganggap Bank Kalsel belum memiliki persiapan matang untuk mengejar deadline tersebut,” katanya menjawab wartawan/anggota Press Room DPRD setempat.

Hal itu, menurut dia, karena mitra kerja Komisi II tersebut hingga kini belum memiliki kajian terkait akademik maupun investasi untuk penambahan modal.

Bahkan, dia mengaku, hingga kini belum menerima adanya laporan kajian akademik dan investasi untuk usulan peraturan daerah (Perda) tentang Penambahan Penyertaan Modal pada Bank Kalsel.

"Sekarang masih nol, kajian akademik, investasi belum ada," tegas politikus senior Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu.

Padahal kajian itu jadi dasar untuk para pemegang saham segera bersikap membuat Perda Penyertaan Modal, mengingat bank milik banua tersebut memiliki 14 pemegang saham yakni 11 kabupaten, dua kota dan pemerintah provinsi (Pemprov) setempat.

"Kemerin kami sudah mengajak ke Bank Kalteng, dimana dari 14 kabupaten/kota disana tujuh di antaranya sudah mengesahkan Perda Penyertaan Modal,” ungkap Imam Suprastowo.

Ia berharap, hasil studi komparasi ke provinsi tetangga tersebut menjadi pemicu Bank Kalsel segera membujuk para pemegang saham, mengingat hingga akhir Agustus 2021 belum ada daerah yang menetapkan Perda untuk penyertaan modal.

Oleh karenanya dia juga mendesak Bank Kalsel untuk melakukan pendekatan kepada pemegang saham, walaupun capaian kinerja Bank Kalsel akhir-akhir ini positif.

“Jadi Bank Kalsel harus bisa membujuk investor untuk menambah modalnya,” ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalsel VII/ Kota Banjarbaru dan Kabupaten Tanah Laut (Tala) tersebut.

Pada saat ini Bank Kalsel mencatatkan modal intinya mencapai Rp1,8 triliun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp1,2 triliun.

"Ketika rapat dengan Komisi II, Bank Kalsel, kami minta agar menyapaikan skenario mereinvestasi deveden atau keuntungan yang diterima para pemegang saham," ujarnya.

"Keuntungan itu, kemudian  diputar untuk menambah menyertaan modal dari para pemegang saham untuk Bank Kalsel. Strategi itu mengumpulkan Rp700 miliar hingga 2024," jelasnya.

Menurut dia, di luar dari 14 pemegang saham Bank Kalsel harus setidaknya mengumpulkan modal minimal Rp300 miliar pertahun.

Sementara saat dimintai keterangan, Humas Bank Kalsel tak respon pertanyaan dari awak media.

Sebelumnya OJK mengeluarkan POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Ketentuan peningkatan MIM dirilis agar lebih relevan untuk peningkatan skala dan daya saing perbankan.

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021