Mebel hasil produksi para warga binaan Lapas I Surabaya, di Sidoarjo, Jawa Timur menembus pasar ekspor di antaranya Australia, Jepang, Korea hingga Eropa.

Direktur PT Bahari Mitra Surya (BMS) D Aruan, di Sidoarjo, Rabu mengatakan, pembuatan mebel itu melibatkan tenaga kerja narapidana yang ada di dalam lapas tersebut.

"Kami sudah beroperasi sejak 1992 dan saat ini sudah berskala ekspor ke berbagai negara tujuan," katanya dalam keterangan tertulis.

Ia mengatakan, dari pembuatan furnitur tersebut sudah menyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai ratusan juta rupiah.

Sejak awal produksi, dia ingat betul bahwa tujuan awal dibangun industri furnitur adalah untuk mempersiapkan warga binaan sebelum kembali ke masyarakat.

"Kalau dulu masih garap pengolahan rotan, namun karena permintaan pasar yang besar terkait perkayuan, akhirnya kami menyesuaikan," katanya.

Proses produksi disesuaikan dengan metode kerja yang ada di pabrik. Dia juga menjamin bahwa produk hasil karya warga binaan sudah berstandar internasional.

"Pasalnya barang-barang berupa berbagai macam meja maupun kursi telah diekspor ke berbagai negara," ujarnya.

Ada tantangan tersendiri dalam mengekspor barang tersebut karena, ada beberapa negara yang sangat selektif terutama dalam hal pemenuhan hak tenaga kerja dalam hal ini warga binaan.

"Ada negara yang sampai melakukan inspeksi, memastikan bahwa kami menunaikan kewajiban dan memenuhi hak warga binaan," katanya.

Selama ini, ada sistem premi dan insentif yang disetorkan PT BMS ke negara. Pihak lapas lalu membagikan premi dan insentif itu kepada warga binaan sesuai dengan kinerja warga binaan. Ada yang ditabung, ada yang dimanfaatkan untuk membeli makanan atau kebutuhan sehari-hari di dalam lapas.

"Banyak juga yang dikirim ke keluarga di rumahnya masing-masing," ujar Gun Gun Gunawan selaku Kepala Lapas I Surabaya.

Namun, Gun Gun menyatakan bahwa pihaknya sangat selektif menentukan tenaga kerja karena, saat ini sangat sulit mendapatkan tenaga kerja yang disiplin.

"Salah satu masalahnya karena mayoritas warga binaan berasal dari kasus narkotika, yang karakternya etos kerjanya kurang baik," tukasnya.

Sehingga saat ini, kata dia, pembinaan tersebut kekurangan tenaga kerja. Padahal, pesanan dari luar negeri sedang tinggi-tingginya. Tak heran jika industri ini bisa menyumbang PNBP ke negara.

"Jika dikalkulasi, PNBP yang masuk dari awal berdirinya mencapai Rp500 juta hingga Rp1 miliar," terangnya.

Meski begitu, pihak lapas tetap menerapkan seleksi ketat. "Kami mendahulukan kualitas, jadi ada proses assessment, karena ada risiko kerjanya," katanya.

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021