Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Masyarakat Di Kalimantan Selatan kini kembali antre untuk memperoleh bahan bakar minyak pada stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) terutama jenis premium bersubsidi.


 Dari pantauan di lapangan, Selasa, antrean bahan bakar minyak (BBM) jenis premium tersebut sejak 6 Juni 2015 atau tiga hari lalu, seperti di Banjarmasin dan daerah sekitar.

 Antrean panjang tersebut samapai keluar kawasan SPBU atau pinggir jalan raya, sehingga cukup mengganggu lalu lintas, seperti terlihat di SPBU - Jalan Sudirman Banjarmasin, Jalan A Yani Km5,5 dan Km6 Banjarmasin.

Selain itu, pada SPBU di Jalan A Yani Km9 Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, di Jalan A Yani Km26 Banjarbaru, dan SPBU di Handil Bakti, Kabupaten Barito Kuala (Batola).

 Sebagai sebab akibat sulitnya mendapat premium bersubsidi di SPBU, seperti terjadi antrean panjang, harga jenis BBM tersebut di pedagang pengecera atau pedagang kaki lima (PKL) Banjarmasin, kini mencapai Rp9.000/liter.


 Ketua Himpunan Swasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Kalsel H Addy Chairuddin Hanafiah ketika dihubungi, memperkirakan, antrean panjang tersebut karena kepanikan konsumen/pembeli.

 Ia mengaku, terjadi keterlambatan pasokan, sehingga terkadang mengalami persediaan pada SPBU. "Tapi menurut pihak Pertamina, kapal tanker yang membawa BBM tersebut sudah merapat tadi malam di Depot Pertamina di Kuin Banjarmasin," katanya.

 "Insya Allah dua - tiga hari ke depan suplai BBM ke SPBU normal kembali. Jadi masyarakat tak perlu panik," lanjut mantan anggota DPRD Kalsel itu.

 Mengenai isu rencana penghapusan premium dan diganti dengan produk baru dari Pertamina, dia mengaku, belum mengetahui. 

 Kalau pemerintah berencana mengganti premium dengan produk lain untuk bahan bakar kendaraan bermotor, menurut dia, rencana itu boleh-boleh saja, asalkan jangan terlalu memberatkan masyarakat.

 Namun, lanjut dia, pelaksanaannya tidak sekarang, tapi pada saat situasi dan kondisi perekonomian masyarakat membaik. 

 Terkait upaya pemerintah/Pertamina untuk memasyarakatkan BBM jenis Pertamax, terutama di Kalsel, dia berpendapat, agar harga komoditi tersebut harus sama.

 "Jika harga Pertamax di Kalsel lebih mahal dari daerah Jawa dan Bali, maka orang akan pikir-pikir menggunakan bahan bakar yang lebih mahal dari Premium," ujarnya.

 Ia menyarankan, mungkin cukup menurunkan nilai jual Pertamax R2.000/liter dari harga sekarang di Kalsel.

 "Kalau asalan harga Pertamax di Kalsel lebih mahal dari Jawa dan Bali, karena biaya transportasi yang dianggap mahal, maka untuk ongkos angkut tersebut mungkin bisa subsidi," demikian Addy Ch Hanafiah. 
 

Pewarta: Syamsudin Hasan

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015