Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Selatan (HSS) kembangkan inovasi pertanian "Kayapu Membawa Berkah Untuk Wilayah Daha" (Ka'bah Wilda), manfaatkan tumbuhan Kayapu yang telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas pertanian.
Kepala Dinas Pertanian HSS, Muhammad Noor, di Kandangan, Selasa (12/7), mengatakan Kabupaten HSS dengan luas wilayah 1703 kilometer persegi terbagi dalam tiga kawasan topografis yang berbeda, yakni daerah pegunungan, dataran dan rawa.
"Namun profesi penduduk di ketiga kawasan ini mayoritas sama, yakni sebagai petani padi, hanya berbeda pada kondisi lahan dan jenis padi yang ditanam," katanya, dalam keterangan.
Dijelaskan dia, luasan lahan pertanian di HSS seluruhnya mencapai 32.936 hektar dan mampu menyumbangkan pendapatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian terbesar dibandingkan sektor lainnya.
Dengan rincian pertanian menyumbang pendapatan 24,87 persen, pertambangan 9,7 persen, pemerintahan 9,31 persen, perdagangan 9,35 persen, konstruksi 7,81 persen, industri, 7,81 persen, pendidikan 7,75 persen dan lainnya 23,4 persen.
Inovasi yang diberi nama Ka'bah Wilda berupa pemanfaatan tumbuhan air di kawasan rawa yang selama ini tidak berguna, bahkan dianggap sebagai pengganggu tanaman padi yakni apu-apu atau disebut juga kayu Apu.
Kayu Apu yang oleh masyarakat Banjar lebih populer disebut Kayapu, ternyata dari hasil penelitian dan penerapan yang sudah dilakukan di lapangan selama ini memang terbukti sangat bermanfaat.
"Selain berfungsi sebagai mulsa alami yang bisa menekan pertumbuhan tanaman gulma, juga berguna sebagai bahan organik atau pupuk," katanya.
Menurut dia, pentingnya implementasi inovasi ini tidak terlepas dari tiga masalah yang sering dihadapi petani di wilayah Daha, yakni tanaman gulma atau tanaman pengganggu, lahan sangat rentan kekeringan dan biaya perawatan cukup tinggi.
Kekeringan lahan akan terjadi di lahan rawa pada saat tanaman padi musim kemarau tiba, dengan pemanfaatan Kayapu juga lebih membanggakan karena hasil produksi secara signifikan ikut meningkat pesat.
Adapun masalah pertama para petani di lahan rawa karena 30 sampai 40 persen tanaman gulma akan tumbuh bersama tanaman padi, dan gulma menghambat pertumbuhan padi sehingga akan menurunkan produktifitas padi.
Kedua, siklus tanam padi di mayoritas lahan rawa di Daha dilakukan di awal musim kemarau, menunggu keadaan air mulai surut maka hal ini sangat rentan dengan kekeringan lahan.
Ketiga, biaya produksi yang tinggi sebab untuk biaya pembersihan tanaman padi, biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk pompanisasi, serta biaya pemupukan.
"Maka dengan penerapan inovasi ini ini terjadi penurunan biaya produksi, serta masyarakat juga dapat menjaga kelembaban tanah agar tidak terjadi kekeringan lahan," katanya.
Siklus pemanfaatan Kayapu dilakukan dengan pengambilan dan pengumpulan Kayapu yang tersedia di kawasan perairan Daha, pengangkutan kayapu dengan perahu atau jukung kecil ke area persawahan.
Dilanjutkan dengan penebaran kayapu di lahan pertanian, kayapu ditebarkan di lahan yang akan ditanami padi, di mana kayapu berfungsi sebagai mulsa alami, menjaga kelembaban tanah dan pupuk organik.
Berdasarkan tingkat efesiensi penggunaan lahan menggunakan kayapu dan non kayapu per hektar, antara lain untuk biaya pembersihan gulma dengan Kayapu hanya Rp240 ribu dan non kayapu bisa mencapai Rp3,6 juta.
Biaya pembelian kayapu Rp450 ribu, pembelian urea non kayapu Rp90 ribu non kayapu Rp270 ribu, pupuk Phoska dengan kayapu Rp46 ribu non kayapu Rp145 ribu, serta biaya BBM mengunakan kayapu Rp21 ribu non kayapu Rp63 ribu.
Tesmoni disampaikan Ketua Kelompok Tani (Poktan) Harakat, H Ahmad, yang mengatakan manfaat Kayapu digunakan menutup gulma liar pada saat menamam padi.
Ketua Poktan Maju Bersama, Ramli, mengatakan penggunaan Kayapu dapat mengurangi biaya perawatan padi, seperti merumput dan mengompa air.
"Perbedaan lahan yang menggunakan Kayapu dan yang tidak mengunakannya sangat jelas berbeda, hasil yang menggunakan Kayapu lebih baik hasil produktifitasnya," kata Ketua Poktan Bawah Pulantan, H Mahfuz.
Baca juga: HSS kembangkan inovasi "Kabah Wilda" manfaatkan kayapu sebagai mulsa alami
Baca juga: Dorong produktifitas petani, Bupati HSS serahkan bantuan bidang pertanian
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Kepala Dinas Pertanian HSS, Muhammad Noor, di Kandangan, Selasa (12/7), mengatakan Kabupaten HSS dengan luas wilayah 1703 kilometer persegi terbagi dalam tiga kawasan topografis yang berbeda, yakni daerah pegunungan, dataran dan rawa.
"Namun profesi penduduk di ketiga kawasan ini mayoritas sama, yakni sebagai petani padi, hanya berbeda pada kondisi lahan dan jenis padi yang ditanam," katanya, dalam keterangan.
Dijelaskan dia, luasan lahan pertanian di HSS seluruhnya mencapai 32.936 hektar dan mampu menyumbangkan pendapatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian terbesar dibandingkan sektor lainnya.
Dengan rincian pertanian menyumbang pendapatan 24,87 persen, pertambangan 9,7 persen, pemerintahan 9,31 persen, perdagangan 9,35 persen, konstruksi 7,81 persen, industri, 7,81 persen, pendidikan 7,75 persen dan lainnya 23,4 persen.
Inovasi yang diberi nama Ka'bah Wilda berupa pemanfaatan tumbuhan air di kawasan rawa yang selama ini tidak berguna, bahkan dianggap sebagai pengganggu tanaman padi yakni apu-apu atau disebut juga kayu Apu.
Kayu Apu yang oleh masyarakat Banjar lebih populer disebut Kayapu, ternyata dari hasil penelitian dan penerapan yang sudah dilakukan di lapangan selama ini memang terbukti sangat bermanfaat.
"Selain berfungsi sebagai mulsa alami yang bisa menekan pertumbuhan tanaman gulma, juga berguna sebagai bahan organik atau pupuk," katanya.
Menurut dia, pentingnya implementasi inovasi ini tidak terlepas dari tiga masalah yang sering dihadapi petani di wilayah Daha, yakni tanaman gulma atau tanaman pengganggu, lahan sangat rentan kekeringan dan biaya perawatan cukup tinggi.
Kekeringan lahan akan terjadi di lahan rawa pada saat tanaman padi musim kemarau tiba, dengan pemanfaatan Kayapu juga lebih membanggakan karena hasil produksi secara signifikan ikut meningkat pesat.
Adapun masalah pertama para petani di lahan rawa karena 30 sampai 40 persen tanaman gulma akan tumbuh bersama tanaman padi, dan gulma menghambat pertumbuhan padi sehingga akan menurunkan produktifitas padi.
Kedua, siklus tanam padi di mayoritas lahan rawa di Daha dilakukan di awal musim kemarau, menunggu keadaan air mulai surut maka hal ini sangat rentan dengan kekeringan lahan.
Ketiga, biaya produksi yang tinggi sebab untuk biaya pembersihan tanaman padi, biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk pompanisasi, serta biaya pemupukan.
"Maka dengan penerapan inovasi ini ini terjadi penurunan biaya produksi, serta masyarakat juga dapat menjaga kelembaban tanah agar tidak terjadi kekeringan lahan," katanya.
Siklus pemanfaatan Kayapu dilakukan dengan pengambilan dan pengumpulan Kayapu yang tersedia di kawasan perairan Daha, pengangkutan kayapu dengan perahu atau jukung kecil ke area persawahan.
Dilanjutkan dengan penebaran kayapu di lahan pertanian, kayapu ditebarkan di lahan yang akan ditanami padi, di mana kayapu berfungsi sebagai mulsa alami, menjaga kelembaban tanah dan pupuk organik.
Berdasarkan tingkat efesiensi penggunaan lahan menggunakan kayapu dan non kayapu per hektar, antara lain untuk biaya pembersihan gulma dengan Kayapu hanya Rp240 ribu dan non kayapu bisa mencapai Rp3,6 juta.
Biaya pembelian kayapu Rp450 ribu, pembelian urea non kayapu Rp90 ribu non kayapu Rp270 ribu, pupuk Phoska dengan kayapu Rp46 ribu non kayapu Rp145 ribu, serta biaya BBM mengunakan kayapu Rp21 ribu non kayapu Rp63 ribu.
Tesmoni disampaikan Ketua Kelompok Tani (Poktan) Harakat, H Ahmad, yang mengatakan manfaat Kayapu digunakan menutup gulma liar pada saat menamam padi.
Ketua Poktan Maju Bersama, Ramli, mengatakan penggunaan Kayapu dapat mengurangi biaya perawatan padi, seperti merumput dan mengompa air.
"Perbedaan lahan yang menggunakan Kayapu dan yang tidak mengunakannya sangat jelas berbeda, hasil yang menggunakan Kayapu lebih baik hasil produktifitasnya," kata Ketua Poktan Bawah Pulantan, H Mahfuz.
Baca juga: HSS kembangkan inovasi "Kabah Wilda" manfaatkan kayapu sebagai mulsa alami
Baca juga: Dorong produktifitas petani, Bupati HSS serahkan bantuan bidang pertanian
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021