Banjarmasin, 24/3 (Antara) - Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian masyarakat Indonesia cukup disibukkan melayani berbagai penawaran yang dilakukan oleh beberapa lembaga jasa keuangan baik melalui telepon, media sosial hingga keinginan untuk bertatapan langsung dengan calon konsumen.


Berbagai cara dan bujuk rayu dengan nada yang relatif sangat ramah seakan tidak pernah bosan dilancarkan oleh seseorang yang mengaku dari salah satu lembaga keuangan terpercaya agar masyarakat mau menjadi nasabah mereka.

"Selamat pagi, betul ini Bapak Syamsudin, saya Lita dari Bank... bisa meminta waktunya lima menit untuk memperkenalkan produk kartu kredit kami," sapa karyawati perbankan menawarkan produk mereka via telepon kepada calon konsumennya.

Tawaran berbagai produk perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya yang relatif cukup agresif dilakukan oleh petugas lembaga jasa keuangan tersebut cukup positif. Masyarakat yang awalnya tidak mengetahui tentang berbagai produk jasa keuangan menjadi tahu dan bisa memikirkan ke mana dana mereka akan diinvestasikan.

Tumbuhnya sektor lembaga jasa keuangan, seperti jamur pada musim hujan, juga menguntungkan bagi nasabah karena pada akhirnya perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya berlomba untuk memberikan layanan terbaiknya.

Berbagai kemudahan layanan dan pemberian berbagai fasilitas, kini terus berkembang dan maju. Berbagai teknologi layanan keuangan terus berkembang dan diluncurkan, seperti ATM, SMS banking, mobile banking, dan kartu kredit.

Untuk mengirimkan uang atau membeli suatu barang, kini nasabah bisa melakukannya, tanpa harus datang ke bank. Bahkan, bisa dilakukan di tempat tidur maupun di kamar mandi sekalipun.

Perbankan, kini juga layaknya supermarket, yang sekali datang, apa pun keperluan yang dibutuhkan konsumen telah tersedia, tanpa harus pergi ke tempat lain.

Masyarakat, yang dahulunya datang ke bank hanya untuk menabung dan mengirimkan uang, kini bisa membeli produk-produk lain, seperti asuransi, sekuritas, pembiayaan, dan produk lainnya, misalnya pengelolaan dana pensiun.

Makin banyak produk jasa keuangan yang ditawarkan maka tidak terhindarkan lagi, persaingan antarbank dan lembaga jasa keuangan lainnya, juga makin gencar dalam menawarkan produknya. Akibatnya, dering telepon calon konsumen silih berganti, dari petugas bank satu ke bank lainnya, untuk menawarkan produk-produk mereka.

Kondisi tersebut walaupun awalnya cukup positif, lambat laun banyak dikeluhkan oleh masyarakat karena mulai terasa terganggu oleh dering telepon yang datang setiap saat, bahkan pada saat nasabah sedang di jalan, menyetir mobil, rapat, di rumah, dan di tempat lainnya.

Pertanyaannya, apakah hal tersebut baik bagi masyarakat atau konsumen? Apakah sistem tersebut juga relatif cukup sehat bagi lembaga keuangan atau perbankan? Seberapa besar risiko yang mungkin harus ditanggung oleh masyarakat akibat menjamurnya berbagai produk lembaga keuangan tersebut?

Apa yang harus dilakukan oleh masyarakat? Ke mana masyarakat harus mengadu dan berbagai pertanyaan lain? Hingga kini, masyarakat masih belum mendapatkan jawaban secara pasti.

Pada acara edukasi wartawan di Banjarmasin, 12--13 Maret 2015, Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Agus Sugiarto mengatakan bahwa maraknya produk-produk jasa keuangan kendati cukup berdampak positif bagi masyarakat, juga membuka peluang timbulnya risiko yang tidak kecil.

Risiko tersebut, kata dia, mendapatkan perhatian cukup serius dari pemerintah karena tidak sedikit warga yang terkena dampak oleh maraknya produk jasa keuangan dan investasi yang tumbuh dengan subur.

Salah satu upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat adalah dengan dibentuknya lembaga otoritas jasa keuangan atau biasa disebut dengan OJK sejak 2011.

"Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbentuk sebagai respons atas kompleksitas di sektor jasa keuangan, baik akibat perkembangan sistem keuangan maupun permasalahan di sektor keuangan," katanya.

Dengan adanya OJK, diharapkan konglomerasi lembaga jasa keuangan akan lebih baik dan terpercaya sehingga kepentingan konsumen dan masyarakat bisa terlindungi dengan baik. Dengan demikian, industri keuangan benar-benar mampu menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing secara global, sehingga dapat menyejahterakan masyarakat.



Dampak Sistemik



Direktur Pengembangan dan Pengawasan Bank Departemen Pengembangan Pengawasan dan Protokol Manajemen Krisis (DPMK) Sarwono, yang menjadi pembicara dalam edukasi wartawan tersebut, menjelaskan berbagai hal tentang perlunya pengawasan konglomerasi keuangan.

Menurut dia, yang dimaksud dengan konglomerasi keuangan adalah lembaga jasa keuangan yang berada dalam satu grup atau kelompok karena keterkaitan kepemilikan dan pengendalian yang wajib menerapkan manajemen risiko secara terintegrasi.

Saat ini, tambah dia, konglomerasi keuangan menguasai sekitar 70 persen dari total aset sektor keuangan di Indonesia.

Hal tersebut, menurut Sarwono, ada dampak positif dan negatif, sehingga OJK harus menyusun desain yang tepat agar pertumbuhan sektor jasa keuangan bisa maksimal dan memperkecil risiko yang harus ditanggung oleh masyarakat akibat pertumbuhan tersebut.

Pada dasarnya, konglomerasi keuangan akan memperkuat sinergi bisnis keuangan dalam menghadapi kompetisi global, yaitu dengan meningkatnya daya saing, baik untuk volume bisnis maupun skala ekonomi.

Selain itu, juga meningkatkan efisiensi, mengoptimalkan penjualan melalui saluran distribusi, dan memperkukuh bisnis.

Adapun risikonya, kata dia, bisa terjadi perhitungan modal secara ganda, adanya ketimpangan peraturan, misalnya untuk pengajuan kredit, dan adanya dampak sistemik bila salah satu produk dari bank tersebut terjadi permasalahan.

"Bisa jadi, banknya cukup sehat, tetapi produk lainnya, seperti asuransinya bermasalah, atau sebaliknya," katanya.

Mengantisipasi hal tersebut, kata dia, OJK sangat penting untuk memberikan pengawasan sehingga masyarakat bisa memiliki rambu-rambu untuk menanamkan investasinya atau menanamkan uangnya dalam suatu lembaga jasa keuangan.

Saat ini, kata dia, sedang diidentifikasi jumlah konglomerasi keuangan di Indonesia terkait dengan konglomerasi keuangan yang memiliki bank dan nonbank.

Berdasarkan data OJK, terdapat 16 bank yang berkembang membentuk grup konglomerasi jasa keuangan dan mendominasi 60 persen dari total aset perbankan nasional pada tahun 2014.

Di bagian lain, OJK menyatakan sedang fokus meningkatkan literasi keuangan masyarakat dengan berlandaskan strategi nasional literasi keuangan yang diluncurkan 2013.

Otoritas Jasa Keuangan akan fokus pada tiga aspek, yaitu meningkatkan edukasi keuangan melalui sosialisasi/edukasi kepada masyarakat luas, penguatan infrastruktur keuangan, dan ketiga fokus pada pengembangan produk jasa keuangan.

Program peningkatan literasi keuangan, antara lain difokuskan pada para ibu-ibu dan UMKM, pelajar, dan profesional.

Melalui edukasi wartawan tersebut, diharapkan sosialisasi tentang OJK akan lebih efektif dan cepat sampai ke tengah masyarakat.

Masyarakat, juga diminta aktif melaporkan berbagai persoalan terkait dengan keuangan yang terjadi di lapangan untuk segera ditangani oleh OJK.



"Keranjang Telur"



Menjawab pertanyaan, apakah konglomerasi keuangan aman bagi nasabah atau konsumen? Direktorat Pengembangan Kebijakan Perlindungan Konsumen Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Tri Herdianto mengatakan, "Ibarat pepatah `jangan taruh telur di keranjang yang sama`."

Pepatah tersebut, kata Tri Herdianto, bisa menjadi salah satu rambu-rambu atau peringatan bagi konsumen untuk tidak menempatkan uangnya dalam salah satu tempat yang sama.

Menurut dia, kendati konglomerasi keuangan, juga membawa dampak positif bagi penguatan sinergi dan memperkukuh bisnis keuangan. Namun, konsumen juga harus tetap waspada dengan terus mencari informasi terkait dengan jasa keuangan yang akan diberikan amanah untuk mengelola keuangannya.

Konsumen, kata dia, harus mampu mengenali manfaat dan risiko jika menggunakan suatu produk jasa keuangan dengan memastikan lembaga jasa keuangan dan produk yang dipilih memiliki izin dari OJK atau regulator lainnya.

Sejak awal, kata dia, konsumen juga harus menjadi konsumen yang cerdas, yaitu mengetahui hak dan kewajiban dalam memanfaatkan produk keuangan tersebut.

Hal tersebut, kata dia, untuk menyikapi gencarnya promosi tentang berbagai lembaga jasa keuangan dengan rayuan berupa iming-iming hadiah dan berbagai kemudahan lainnya.

Konsumen, lanjut Tri, jangan mudah terjebak dengan berbagai produk yang ditawarkan, tanpa mengecek terlebih dahulu hak dan kewajiban yang bakal didapat.

Tidak sedikit bank maupun lembaga jasa keuangan lainnya yang menawarkan hadiah. Misalnya, bila menabung Rp20 juta di suatu bank, akan mendapatkan telepon pintar seharga Rp15 juta.

Saat mendengar hal tersebut, konsumen mungkin langsung tertarik. Akan tetapi, harus diingat dan dipelajari dengan detail, hak dan kewajiban konsumen sehingga tidak terjebak oleh tawaran yang menggiurkan tersebut, yang setelah dipelajari, tidak menutup kemungkinan justru merugikan.

Tidak hanya sektor perbankan dan lembaga jasa keuangan, OJK juga mengawasi lembaga pembiayaan juga melakukan pengawasan terhadap pemghimpunan dan pengelolaan investasi melawan hukum.

Direktorat Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Jus Marfinnoor, dalam makalahnya bertema Penghimpunan Dana dan Pengelolaan Investasi Melawan Hukum, mengungkapkan bahwa saat ini OJK juga telah membentuk satuan tugas untuk menyelesaikan berbagai kasus investasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

Menurut Marfinnoor, tindakan melawan hukum penghimpunan dana masyarakat yang ditangani, antara lain bank tanpa izin, manajer investasi tanpa izin, perusahaan asuransi, koperasi, dan perusahaan berjangka yang tidak memiliki izin.

Selama ini, menurut dia, relatif banyak masyarakat yang terjebak dalam investasi yang menjanjikan manfaat atau keuntungan besar, ditawarkan secara "online", tidak jelas domisilinya, dana masyarakat yang dikelola untuk proyek luar negeri, sifat berantai atau member get member.

Terhadap investasi tersebut, warga Kalimantan Selatan sudah beberapa kali terjebak dalam investasi yang menawarkan keuntungan. Namun, kenyataannya justru berdampak pada kerugian yang luar biasa.

Beberapa kasus yang telah mencuat, misalnya kasus investasi voucer, yang membuat ratusan warga Kalimantan Selatan harus kehilangan uang miliaran rupiah.

Kemudian, kasus Lihan, yang menawarkan keuntungan investasi hingga 10 persen dari total dana yang dimasukkan. Kasus ini menyebabkan yang bersangkutan ditahan, dan ratusan warga kehilangan dana hingga ratusan miliar rupiah. Terakhir adalah investasi emas.

Menghindari penipuan tersebut, Marfinnoor meminta masyarakat jangan tergiur dengan janji keuntungan yang tidak wajar.

Sebelum melakukan investasi, masyarakat harus jeli, yakni harus tahu apakah perusahaan yang menawarkan investasi itu telah memiliki surat izin. Kemudian, melaporkannya jika terdapat penghimpunan dana pengelolaan investasi yang mencurigakan ke layanan OJK 1500.655.
   

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015