Kotabaru,  (Antaranews Kalsel) - Sebagian masyarakat di Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, beberapa hari ini kekurangan sembilan bahan pokok (Sembako), akibat terhentinya pengoperasian kapal perintis.

"Saat ini yang dibutuhkan masyarakat di sini bahan makanan, karena sudah lama tidak ada kapal yang mengangkut sembako dari Kotabaru, setelah kapal perintis habis kontrak," kata Kepala Sekolah SMAN Pulau Sembilan, Palawagau, melalui telepon seluler, Jumat.

Palawagau mengaku, beberapa hari lalu ia membawa beras sebanyak 40 karung, beberapa jam kemudian beras tersebut ludes diserbu warga, karena stok beras di rumah masing-masing habis.

Akibat kosongnya bahan makanan tersebut, membuat harga sembako di Pulau Sembilan juga melonjak drastis.

"Misalkan beras merk Semar sekarung (isi 20 kg) yang biasanya seharga Rp190 ribu-Rp200 ribu, naik menjadi Rp250.000-Rp260.000 per karung," ujarnya.

Bagaimana tidak naik, lanjut Palawagau, biaya kapal calter dari Kotabaru atau Batulicin ke Pulau Sembilan sudah tinggi yakni, mencapai Rp5 juta sekali pelayaran.

Dia mengaku, beberapa hari lalu berencana mencalter kapal dari Batulicin ke Pulau Sembilan seharga Rp5 juta.

"Sebelum kami berangkat ada informasi dari teman, bahwa ada kapal penges (pedagang ikan yang mengangkut es) berencana ke Perairan Pulau Sembilan, sehingga kami batal mencalter dan ikut kapal penges," tambah dia.

Dengan menumpang kapal nelayan tersebut, Palawagau bersama keluarganya cukup membayar Rp1,2 juta saja. Dan batal mengeluarkan uang sebesar Rp5 juta.

Dikatakan, saat ini dirinya berencana membeli beras ke Lontar, Pulaulaut Barat, karena di Pulau Sembilan kosong.

"Tetapi saya masih menunggu kondisi gelombang laut reda, karena beberapa hari lalu gelombang laut setinggi 2 meter-3 meter, bisa membahayakan spedboat atau kapal," terangnya.

Ia meminta pemerintah segera mencarikan jalan keluar masalah masyarakat di Kecamatan Pulau Sembilan, yang semakin hari semakin parah.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Kotabaru, Sugian Noor, menyatakan, prosedur pengadaan kapal perintis untuk membuka daerah terisolasi di Kotabaru dan sekitarnya, yang dilaksanakan pemerintah saat ini, mengabaikan kepentingan masyarakat di kepulauan.

"Buktinya, saat ini Pulau Sembilan sudah terancam terisolasi, sedangkan pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Perhubungan masih belum menetapkan perusahaan yang akan mengoperasikan kapal perintis," jelas Sugian.

Dikatakan, sejak akhir Desember 2014 kapal perintis sudah habis kontrak.

Sebagai gantinya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan harus membuat kontrak baru untuk kapal perintis yang akan diopersikan di Pulau Sembilan, dan untuk mendapatkan perusahaan yang akan mengoperasikan kapal perlu ada lelang terlebih dahulu.

Menurut Sugian, Kementerian Perhubungan harus merubah sistem pengadaan kapal perintis untuk membuka daerah terisolasi, seperti di Kotabaru dan sekitarnya.

"Agar tidak menjadi masalah yang rutin terjadi setiap tahun, pengoperasian kapal perintis tiga tahun, bukan setiap tahun. Karena setiap awal tahun, masyarakat jadi korban, menunggu prosedur lelang dan yang lainnya," tutur dia.

Kementerian Perhubungan harusnya membuat kebijakan tersendiri khusus untuk pengadaan kapal perintis, kapal perintis untuk daerah kepulauan dikontrak setiap tiga tahun sekali, dengan catatan setiap tahun cukup dievaluasi.

Evaluasi tersebut tentunya tidak mengganggu kelancaran transportasi, tetapi sebagai kepastian pelayanan kepada masyarakat agar tetap prima.

Kebijakan tersebut, menurut Kepala Dinas Perhubungan, sejalan dengan program Presiden Joko Widodo, untuk program tol laut.

"Salah satu tujuan dari program tol laut, adalah untuk kelancaranb arus barang dan penumpang dari pulau satu dengan pulau lainnya. Seperti halnya di Pulau Sembilan Kotabaru saat ini, arus barang dan penumpang jadi terhenti, akibat tidak tersedia alat transportasi," paparnya.

Pewarta: Imam Hanafi

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015