Mantan Wali Kota Banjarmasin periode 2016--2021, H Ibnu Sina pernah menyampaikan, bahwa ada beberapa kanal buatan di kotanya peninggalan kolonial Belanda yang harus dihidupkan kembali.

Kanal-kanal tersebut disebutkan dia diantaranya sungai di Jalan Veteran atau sungai Veteran, sungai di jalan protokol Ahmad Yani atau sungai A Yani dan sungai di jalan Sutoyo S atau sungai Teluk Dalam.

Sebelumnya, mantan Kepala Dinas Sumberdaya Air dan Drainase Kota Banjarmasin Ir Muryanta juga pernah menyebutkan ada sepuluh sungai lainnya yang merupakan kanal buatan peninggalan kolonial Belanda di kota ini.

Selain tiga sungai di atas tadi, sungai yang dulunya merupakan sebuah kanal buatan menurutnya adalah sungai Kuripan, sungai Tatas, sungai Awang, sungai Zafri Zamzam, sungai Antasan Bondan dan sungai Antasan Raden.

Pada sejarahnya, kanal-kanal tersebut dibuat untuk mengatasi banjir, sebab dataran Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan yang sudah berusia 494 pada 24 September 2020 lalu berada di bawah permukaan laut sekitar 0,16 m.

Sehingga, Kota Banjarmasin sering mengalami genangan meski tanpa terjadi hujan, karena air laut pasang, maklum kota ini berada di tepi laut atau ambang sungai Barito.

Sebagai kota yang penuh dengan aliran sungai, hingga disebutnya juga kota ini dengan Kota Seribu Sungai. Kota ini pun mulai berbenah dengan terjadinya musibah banjir besar pada pertengah bulan awal tahun ini hingga akhir Februari 2021 ini pun masih ditetapkan status tanggap darurat banjir dan air pasang.

Akibat banjir yang cukup lama terjadi itu, Pemerintah Kota Banjarmasin pun bergerak cepat untuk memfungsikan lagi sungai-sungai yang terganggu alirannya, diantaranya sungai-sungai yang merupakan kanal-kanal buatan Belanda tersebut.

Sebagai bukti keseriusan itu, Pemkot Banjarmasin pun membentuk Satgas Normalisasi Sungai dan Penanganan Banjir, melalui Keputusan Wali Kota Banjarmasin Nomor 126 tahun 2021, Satgas ini pun ditopang TNI-POLRI dan Pengadilan Negeri juga Kejaksaan Negeri setempat.

Karena tugas Satgas ini akan banyak melakukan ketegasan di lapangan menertibkan bangunan yang dinyatakan menghalangi aliran sungai, termasuk jembatan dan lainnya.

Langkah ini harus dilakukan pemerintah kota, agar tidak terjadi lagi banjir di masa datang yang menyebabkan air lambat turun akibat sungai-sungai terganggu alirannya.

Kanal Veteran dan A Yani

Diantara kanal-kanal buatan Belanda di Kota Banjarmasin yang difokuskan untuk dinormalisasi oleh Satgas Normalisasi Sungai dan Penanganan Banjir Kota Banjarmasin adalah Sungai Veteran dan Sungai A Yani.

Sungai Veteran dan A Yani memang berada di tengah kota, keberadaannya menjadi vital sebagai penanggulangan banjir di wilayah jantung kota.

Sungai Veteran dan A Yani menurut cerita orang dulu, merupakan sungai yang cukup besar, hingga kapal-kapal sedang milik pedagang mampu masuk, namun kondisi sekarang kedua sungai itu hanya dianggap seperti drainase.

Sungai di Jalan A Yani contohnya, sungai di jalan protokol tersebut hampir tidak terlihat seperti sungai lagi, bahkan sampan saja tidak bisa lewat lagi, selain jalan yang makin dilebarkan menggerusnya, jembatan-jembatan rumah toko juga sudah menghalanginya.

Sungai A Yani dari KM-1 hingga KM-6 perbatasan Banjarmasin dan Kabupaten Banjar sudah tinggal cerita, sisa-sisanya tidak lebih hanya sebagai drainase, terkadang lebar terkadang sempit, tertutup jembatan rumah toko, hingga sulit lagi dikembalikan ke aslinya.

Sungai Veteran sempat lebih parah lagi kondisinya, puluhan tahun mati suri, permukaan sungai ditutup bangunan rumah warga, hingga sekitar tahun 2016 baru semuanya bisa ditertibkan semuanya.

Meski sudah mulai terlihat bentuk sungainya saat ini, namun kondisinya juga tidak sesuai aslinya dulu, sekarang sebagiannya sudah menyempit.

Tapi kondisi sungai Veteran lebih mendingan daripada sungai A Yani, karena sebagiannya terlihat luas, bahkan proyek pusat untuk normalisasi sungai itu, yakni, penyiringan sempat terlaksana, meski dua tahun ini terhenti.

Sungai Veteran yang terdata panjangnya 1,219 kilometer tersebut dari muaranya di sungai Martapura samping Tempekong hingga simpang 4 jalan Veteran tersebut sebelumnya pada masa kepemimpinan Wali Kota Banjarmasin H Muhidin, periode 2010--2015 ditata menjadi sungai diantara dua jalan.

Sehingga sungai itu akan menjadi ikon wisata, di mana transportasi sungai akan bisa beroperasi sebagai andalannya, namun rencana itu kini tenggelam, tidak ada ekspos kelanjutannya.

Saat ini usai banjir, normalisasi sungai Veteran kembali bergerak, diantaranya membongkar puluhan toko dan satu pos polisi di samping pasar Kuripan yang menutupinya. Selain itu juga dikeruk karena sudah sangat dangkal.

Selain itu sejumlah jembatan dan juga rumah warga yang menjorok ke sungai Veteran juga diminta dibongkar sendiri pemiliknya atau dibongkar paksa Satgas normalisasi sungai dan penanganan banjir.

Akhirnya kini sungai Veteran mulai ada kemajuan, sepanjang permukaan sungai mulai tampak terlihat hampir 100 persen meski terkadang lebar kemudian mengecil luasnya, demikian juga air sungai mulai mengalir.

Kanal cukup berfungsi

Kanal buatan Belanda di Banjarmasin yang dianggap masih berfungsi cukup baik namun tetap tidak seperti semula adalah sungai Awang, sungai Zafri Zamzam, sungai Antasan Bondan dan sungai Antasan Raden.

Sungai Awang, adalah sungai membentang antara wilayah Kelurahan Sungai Miai dan Sungai Andai di Banjarmasin Utara, atau tepatnya di bawah jembatan Sungai Andai.

Sungai yang didata Pemkot Banjarmasin dengan panjang 1.999 meter dan luas 63 meter tersebut bermuara di sungai Martapura dan berakhir ke sungai Barito.

Sungai tersebut kini masih bisa dilalui kapal-kapal kayu cukup besar, sebab jembatan sungai Andai sudah dibuat lebih tinggi untuk bisa dilalui transportasi sungai.

Sungai tersebut biasa juga dijadikan tempat latihan para atlet dayung Kalsel, hingga bisa dinilai kondisi sungai yang merupakan dulunya kanal buatan Belanda tersebut masih cukup baik.

Kemudian sungai Zafri Zamzam di Jalan Zafri Zamzam Banjarmasin Barat merupakan sungai yang bermuara langsung ke sungai Barito, sungai terpanjang di Kalimantan.

Sungai Zafri Zamzam dikenal juga dengan nama sungai Kerokan, artinya sungai yang dikeruk, dari data sungai Pemerintah Kota Banjarmasin, panjang sungai itu sekitar 682 meter, dengan lebar sekitar 23 meter.

Sungai di hadap Stadion sepakbola 17 Mei, kandang klub liga nasional Barito Putera berhadapan pula dengan RS Suaka Insan tersebut didesain menjadi objek wisata, siring sungainya diperbaiki dan ada taman, di mana sempat direncanakan akan ada pasar Terapung dibuat yang merupakan ikon wisata Kota Banjarmasin yang sudah mendunia.

Sementara itu sungai Antasan Bondan di Mantuil Banjarmasin Selatan juga bisa dikatakan masih berfungsi cukup baik, meski kondisi sungai sudah mulai dangkal.

Sungai yang dicatatan data Pemerintah Kota Banjarmasin sepanjang 715 meter itu dengan luas antara 5--37 meter memang sisi kiri dan kanan bantarannya sudah hampir rapat dengan rumah warga.

Sungai Antasan Bondan masih bisa dilalui kapal-kapal kecil atau istilah di Banjarmasin kapal sampan bermesin. Padahal dulu sungai tersebut juga bisa dilalui kapal cukup besar para pedagang.

Nasib yang sama juga dialami sungai Antasan Raden, sungai yang berada di Kelurahan Teluk Tiram, Banjarmasin Barat ini dari catatan data Pemerintah Kota Banjarmasin panjangnya 567 meter, luas hanya sekitar delapan meter.

Pemukiman warga yang berada di bantarannya juga terus membuatnya makin menyempit, jika dibiarkan terus demikian tidak mustahil akan tinggal nama.

Kanal tinggal sungai kecil

Selain sungai A Yani yang merupakan kanal peninggalan Belanda tersisa menjadi sungai kecil atau drainase, kanal di sepanjang jalan Sutoyo S atau sungai Teluk Dalam hampir sama nasibnya dengan sungai A Yani.

Kanal di Jalan Sutoyo S yang bermuara langsung ke sungai Barito tersebut dari data pemerintah kota, yakni, memiliki panjang 3.428 meter, dengan lebar 0--63 meter.

Sungai ini ada terlihat agak lebar hanya disekitar muaranya ke sungai Barito.

Kanal di jalan Sutoyo S ternyata menyambung dengan kanal Tatas atau sungai Tatas yang mengelilingi setengah Mesjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin. Kanal ini bermuara ke sungai Martapura di Jalan Sudirman atau Siring sungai Martapura.

Kanal Tatas atau sungai Tatas yang berada di depan Rumah Dinas Gubernur Kalsel tersebut disebutkan pada data Pemerintah Kota Banjarmasin, yakni, panjang 736 meter dengan lebar sekitar 11 meter.

Sungai ini juga tidak berfungsi seperti semestinya, karena sudah sangat dangkal, tidak bisa lagi di lalui transportasi sungai, hanya seperti pemandangan kolam sungai.

Hal yang lebih memperihatinkan adalah kanal Kuripan atau sungai Kuripan yang bermuara di Jalan A Yani sekitar KM-3 atau menyambung dengan kanal atau sungai A Yani, kanal ini berakhir ke sungai Veteran atau kanal Veteran.

Sungai Kuripan di dalam catatan Pemerintah Kota Banjarmasin sepanjang 882 meter dengan lebar 0-7 meter.

Sungai Kuripan hampir tidak terlihat, karena tidak berada di samping jalan umum, tapi berada di belakang rumah warga di wilayah Cempaka Putih, Kebun Bunga, Banjarmasin Timur.

Sungai Kuripan layaknya drainase di belakang dapur rumah warga, hingga kondisinya sangat kotor, hampir tidak bisa dimanfaatkan air yang mengalir di sungai itu, selain sangat dangkal.

Sekilas sejarah kanal di Banjarmasin

Diambil dari tulisan Jurnal.Umpar.ac.id yang ditulis Karyadi Kusliansjah dengan judul "transformasi arsitektur kota pada elemen kanal Kot Banjarmasin, Kalimantan Selatan".

Kota Banjarmasin merupakan ibu kota Propinsi Kalimantan Selatan yang menjadi salah satu dari 10 kota gementte yang dikembangkan pemerintahan kolonial Belanda. Kota Banjarmasin terkenal sebagai kota air, dengan sebutan “kota seribu sungai”.

Kota tumbuh pada tepi sungai Barito dan dibelah menjadi dua bagian oleh sungai Martapura. Sejumlah anak sungai bermuara kepada kedua sungai ini.

Kelandaian sebagian permukaan kontur tanah menyebabkan bentuk aliran sungai berliku-liku dari hulu hingga ke hilirnya.

Hal ini secara fisik-spasial mempengaruhi pembentukan lingkungan binaan baik arsitektur maupun perkembangan arsitektur kotanya.

Kondisi fisik kota berada 0,16 m di bawah permuka air laut, mengakibatkan pasang laut masuk membanjiri kawasan kota, khususnya menjadi rutin pada kawasan tepian sungai.

Upaya mengatasi permasalahan ini sudah tercatat sejak lama pada peta kota tahun 1700-1945.

Era pemerintahan kolonial Belanda tahun 1890, Kota Banjarmasin dikembangkan sebagai kota Kanal, yaitu elemen parit kota yang dibangun untuk memperlancar dan mempercepat pengaliran air sungai (disebut Anjir dalam bahasa Banjar).

Sejumlah kanal dibangun dan diantaranya ada 10 kanal ditempatkan dikawasan pusat kota, yang merupakan sodetan pada lekukan sungai atau meluruskan aliran sungai.
 

Kanal buatan Belanda, sungai Veteran.(Antaranews Kalsel/Sukarli)

Pewarta: Sukarli

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021