Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wien Kusharyoto mengatakan varian baru dari virus corona penyebab COVID-19 yang ditemukan di Jepang belum terbukti lebih mematikan dari varian-varian sebelumnya.
Wien menuturkan kepada ANTARA, Jakarta, Selasa, bahwa varian dari Jepang tersebut memiliki 12 mutasi pada protein Spike. Ada tiga mutasi yang serupa atau sama dengan mutasi pada varian virus dari Afrika Selatan K417T (K417N pada varian virus dari Afrika Selatan), E484K dan N501Y.
Mutasi N501Y juga terdapat pada varian B.1.1.7 dari Inggris, namun delesi asam amino 69 dan 70 yang terdapat pada varian dari Inggris tidak terdapat pada varian dari Afrika Selatan maupun Jepang.
Baca juga: Corona jenis baru pertama kali terlihat di Inggris ada di Meksiko
"Varian-varian ini belum terbukti lebih mematikan maupun dapat meningkatkan tingkat keparahan penyakit COVID-19," ujar Wien.
Wien menuturkan karena varian-varian tersebut diperkirakan lebih mudah menginfeksi sel, kandungan virus pada seseorang yang terinfeksi dapat lebih tinggi, sehingga varian-varian itu lebih mudah ditularkan dan menyebar ke orang lain.
Dan karena varian-varian tersebut lebih mudah ditularkan, kemungkinan seseorang tertular juga semakin tinggi, termasuk mereka dengan kondisi imun yang lemah dan memiliki komorbiditas.
Baca juga: COVID jenis baru di Florida serang pasien tanpa riwayat perjalanan
Menurut Wien, hal itu dapat mengakibatkan peningkatan jumlah mereka yang memerlukan perawatan di rumah sakit yang dapat menyebabkan bertambahnya beban kapasitas ruang perawatan yang terbatas, dan mungkin juga dapat meningkatkan jumlah kematian.
Munculnya varian-varian baru disebabkan oleh mutasi virus. Mutasi virus adalah proses yang terjadi secara alami ketika virus bereplikasi di dalam sel.
Wien mengatakan kemungkinan terjadinya mutasi akan meningkat, ketika virus bertahan lama dalam tubuh seseorang, terutama pada mereka yang memiliki respon imun yang lemah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Wien menuturkan kepada ANTARA, Jakarta, Selasa, bahwa varian dari Jepang tersebut memiliki 12 mutasi pada protein Spike. Ada tiga mutasi yang serupa atau sama dengan mutasi pada varian virus dari Afrika Selatan K417T (K417N pada varian virus dari Afrika Selatan), E484K dan N501Y.
Mutasi N501Y juga terdapat pada varian B.1.1.7 dari Inggris, namun delesi asam amino 69 dan 70 yang terdapat pada varian dari Inggris tidak terdapat pada varian dari Afrika Selatan maupun Jepang.
Baca juga: Corona jenis baru pertama kali terlihat di Inggris ada di Meksiko
"Varian-varian ini belum terbukti lebih mematikan maupun dapat meningkatkan tingkat keparahan penyakit COVID-19," ujar Wien.
Wien menuturkan karena varian-varian tersebut diperkirakan lebih mudah menginfeksi sel, kandungan virus pada seseorang yang terinfeksi dapat lebih tinggi, sehingga varian-varian itu lebih mudah ditularkan dan menyebar ke orang lain.
Dan karena varian-varian tersebut lebih mudah ditularkan, kemungkinan seseorang tertular juga semakin tinggi, termasuk mereka dengan kondisi imun yang lemah dan memiliki komorbiditas.
Baca juga: COVID jenis baru di Florida serang pasien tanpa riwayat perjalanan
Menurut Wien, hal itu dapat mengakibatkan peningkatan jumlah mereka yang memerlukan perawatan di rumah sakit yang dapat menyebabkan bertambahnya beban kapasitas ruang perawatan yang terbatas, dan mungkin juga dapat meningkatkan jumlah kematian.
Munculnya varian-varian baru disebabkan oleh mutasi virus. Mutasi virus adalah proses yang terjadi secara alami ketika virus bereplikasi di dalam sel.
Wien mengatakan kemungkinan terjadinya mutasi akan meningkat, ketika virus bertahan lama dalam tubuh seseorang, terutama pada mereka yang memiliki respon imun yang lemah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021