Banjarmasin,  (Antaranews Kalsel) - Akademisi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Prof Drs H Rustam Effendi MPd PhD berpendapat, Undang-Undang Sultan Adam bagi Kerajaan Banjar tempo dulu yang kini masuk wilayah Provinsi Kalimantan Selatan tidak ternilai harganya.

Profesor tersebut mengemukakan hal itu dalam orasi ilmiah pada pengukuhannya sebagai Guru Besar Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Rabu.

Memang judul orasinya "Undang-Undang Sultan Adam (Perspektif Linguistik Antropologi dan Hermeneutika), namun juga banyak mengungkap isi undang-undang yang berlaku pada masa Kerajaan Banjar abad ke-18.

Pasalnya, menurut doktor falsafah dalam linguistik terapan lulusan Univeritas Malaysia Utara, Kedah, Darul Aman tahun 2010 itu, di dalam Undang-Undang Sultan Adam (UUSA) terpendam berbagai nilai yang dianut nenek moyang masyarakat Banjar pada masa lalu.

Ia mencontohkan beberapa pasal (perkara) dalam UUSA tersebut antara lain Perkara 29 yang mengatur masalah pertanahan. "Dalam UUSA menegaskan, tanah yang tidak tergarap selama dua musim, maka hilang hak kepemilikan seseorang atas tanah itu. Hal itu berarti, tanah harus dipelihara secara baik agar bisa menghasilkan," ungkapnya.

Kemudian Perkara 16 yang masuk dalam Peraturan Peralihan UUSA, ada tiga hal yang disebutkan, yaitu perkara (aturan) yang telah dan sebelum Sultan Adam harus diterima atau tidak diperbolehkan "dibabak" (dirombak) lagi. Selain itu, perkara atau peraturan yang tertuang dalam UUSA boleh dirombak apabila ternyata isi undang-undang itu kelihatan jelas kekeliruannya. Yang berhak merombak UUSA adalah hakim.

Isi lengkap dalam bahasa daerah Banjar, Kalsel dari Perkara 29 UUSA : "Yaitu mana-mana padang yang ditinggalkan orang kira-kira dua musim atau lebih maka kembali jadi padang pulang dan tiada tanda milik jadi tatanamannya atawa galangan atau sungai yang mahidupi tanahnya itu maka diganai pula oleh yang lainnya itu serta ditetapinya maka tiada kubarikan orang yang dahulu itu menghendaki lagi atau menuntur kepada hakim".

Perkara 16 UUSA : "Mana mana segala perkara jang doeloe dari pada zamankoe tiada koebarikan dibabak lagi dan mana mana segala perkara pada zamankoe adja dibabak diboedjoerkan oleh hakim".

UUSA itu terdiri dari dua bagian besar yaitu (1) Mukadimah dan (2) Batang Tubuh yang memuat 31 Perkara atau pasal perundang-undangan. Berbeda dengan perundang-undangan di Indonesia pada lazimnya, yaitu pasal peralihan pada UUSA di bagian tengah, bukan akhir.

"Sesungguhnya, kita yang hidup sekarang adalah penerus nilai-nilai luhur masa lalu. Nilai-nilai luhur peninggalan masa lalu itu harus tetap dipegang dan menjadi jati diri generasi bangsa dari masa ke masa," katanya.

Menurut Guru Besar Unlam bidang Bahasa dan Sastra Indonesia - Bahasa dan Sastra Daerah Banjar, Kalsel itu, masyarakat sekarang dan akan datang tidak boleh lepas dari mata rantai budaya bangsa masa lalu.

"Apabila peninggalan-peninggalan rohani bangsa masa lalu hilang, baik karena kelengahan maupun sengaja sebab silau dengan budaya baru yang berasal dari mancanegara, maka secara rohani pula masyarakat bangsa Indonesia telah lenyap," ujarnya.

"Yang ada adalah bangsa Indonesia dengan manusia baru yang terlepas dari mata rantai budaya luhur masa lalu," lanjut putra kelahiran Limpasu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel daerah pinggiran Pegunungan Meratus pada tahun 1950 itu.

Pengukuhan ayah dari dua anak atau kakek dari tiga cucu itu sebagai Guru Besar dalam rapat senat terbuka Unlam yang dipimpin rektornya Prof Dr H Sutarto Hadi MSi MSc di aula rektorat tersebut Jalan Brigjen H Hasan Basry - Kayu Tangi Banjarmasin.

Sedangkan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unlam Drs H Sofian MA membacakan daftar singkat riwayat hidup Guru Besar yang baru pengukuhan itu. Sementara Rustam Effendi sebagai Guru Besar Bahasa dan Sastra Indonesia - Bahasa dan Sastra Daerah Banjar, Kalsel pada fakultas tersebut.

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014