Tur virtual yang bisa dilakukan sambil bersantai di rumah adalah alternatif liburan di tengah pandemi COVID-19.
Menyaksikan pemandangan dari foto yang tersedia di dunia maya sembari mendengarkan informasi dari pemandu wisata bersertifikasi bukan cuma jadi hiburan, tapi "penggoda" wisatawan agar tertarik mengunjungi tempat tersebut secara langsung.
"Tur virtual jadi media yang 'memprovokasi' wisatawan secara digital, juga mendapatkan pengalaman menyenangkan agar wisatawan bisa mendapat informasi dan mendukung keputusan apakah mereka akan ke destinasi itu setelah pandemi usai," kata Benarivo Triadi Putra, CEO Atourin di konferensi pers virtual, Kamis.
Atourin adalah perusahaan teknologi yang menyediakan jasa daring dan luring di sektor pariwisata, termasuk pengembangan konten tur virtual di Indonesia.
Kini Atourin bekerjasama dengan Traveloka dalam membuat tur virtual ke 15 tujuan wisata dari tujuh provinsi di Indonesia, yakni Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua.
Sebelumnya, Atourin pernah bekerjasama dengan Wisata Kreatif Jakarta menggelar tur virtual di Jakarta untuk memperingati ulang tahun ibu kota Indonesia Agustus lalu.
Peminat tur virtual semakin berkembang, kata Rivo. Berdasarkan data Atourin, pada Juli hingga September ada lebih dari 900 wisatawan virtual yang menjelajahi destinasi domestik.
"Saat ini kami fokus domestik, kalau nanti ada wisata internasional, kami yakin akan ada sangat banyak peminat," kata Rivo.
Saat ini para pelancong yang mengikuti tur virtual berasal dari kalangan beragam, mulai dari mahasiswa hingga pekerja usia 20-30an. Ada juga yang menjadi pelanggan setia, selalu mengikuti tur virtual baru yang digelar, imbuh dia.
Berdasarkan jawaban para peserta tur virtual dalam survei Atourin, Rivo menjelaskan wisata lewat gawai ini bukan cuma jadi alternatif liburan, tetapi juga pelepas penat di antara pekerjaan yang menumpuk di rumah.
"Mereka bilang ini menarik, mereka jadi bisa menyegarkan diri di saat kerjaan semakin banyak di saat pandemi, ada dua hingga tiga jam jeda diluangkan untuk wisata virtual."
Dia berharap tur virtual bisa menjangkau lebih banyak orang lewat kerjasama dengan Traveloka.
Tak hanya Traveloka, sebelumnya E-commerce BliBli juga menyediakan layanan wisata virtual baik domestik maupun mancanegara, salah satunya jalan-jalan untuk mengintip kota Seoul, Korea Selatan.
Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nia Niscaya mengatakan tur virtual memang takkan bisa menggantikan wisata betulan, tapi itu adalah inovasi yang harus didukung dan dikembangkan.
"Kita harus membangun kesadaran bahwa produk ini ada, walau ini tidak bisa menggantikan yang sebenarnya, setidaknya ini jadi pengobat rindu. Mari kita berkolaborasi untuk membangun awareness," ujar Nia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Menyaksikan pemandangan dari foto yang tersedia di dunia maya sembari mendengarkan informasi dari pemandu wisata bersertifikasi bukan cuma jadi hiburan, tapi "penggoda" wisatawan agar tertarik mengunjungi tempat tersebut secara langsung.
"Tur virtual jadi media yang 'memprovokasi' wisatawan secara digital, juga mendapatkan pengalaman menyenangkan agar wisatawan bisa mendapat informasi dan mendukung keputusan apakah mereka akan ke destinasi itu setelah pandemi usai," kata Benarivo Triadi Putra, CEO Atourin di konferensi pers virtual, Kamis.
Atourin adalah perusahaan teknologi yang menyediakan jasa daring dan luring di sektor pariwisata, termasuk pengembangan konten tur virtual di Indonesia.
Kini Atourin bekerjasama dengan Traveloka dalam membuat tur virtual ke 15 tujuan wisata dari tujuh provinsi di Indonesia, yakni Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua.
Sebelumnya, Atourin pernah bekerjasama dengan Wisata Kreatif Jakarta menggelar tur virtual di Jakarta untuk memperingati ulang tahun ibu kota Indonesia Agustus lalu.
Peminat tur virtual semakin berkembang, kata Rivo. Berdasarkan data Atourin, pada Juli hingga September ada lebih dari 900 wisatawan virtual yang menjelajahi destinasi domestik.
"Saat ini kami fokus domestik, kalau nanti ada wisata internasional, kami yakin akan ada sangat banyak peminat," kata Rivo.
Saat ini para pelancong yang mengikuti tur virtual berasal dari kalangan beragam, mulai dari mahasiswa hingga pekerja usia 20-30an. Ada juga yang menjadi pelanggan setia, selalu mengikuti tur virtual baru yang digelar, imbuh dia.
Berdasarkan jawaban para peserta tur virtual dalam survei Atourin, Rivo menjelaskan wisata lewat gawai ini bukan cuma jadi alternatif liburan, tetapi juga pelepas penat di antara pekerjaan yang menumpuk di rumah.
"Mereka bilang ini menarik, mereka jadi bisa menyegarkan diri di saat kerjaan semakin banyak di saat pandemi, ada dua hingga tiga jam jeda diluangkan untuk wisata virtual."
Dia berharap tur virtual bisa menjangkau lebih banyak orang lewat kerjasama dengan Traveloka.
Tak hanya Traveloka, sebelumnya E-commerce BliBli juga menyediakan layanan wisata virtual baik domestik maupun mancanegara, salah satunya jalan-jalan untuk mengintip kota Seoul, Korea Selatan.
Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nia Niscaya mengatakan tur virtual memang takkan bisa menggantikan wisata betulan, tapi itu adalah inovasi yang harus didukung dan dikembangkan.
"Kita harus membangun kesadaran bahwa produk ini ada, walau ini tidak bisa menggantikan yang sebenarnya, setidaknya ini jadi pengobat rindu. Mari kita berkolaborasi untuk membangun awareness," ujar Nia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020