Martapura, (Antaranews Kalsel) - Dua bahasa daerah di Provinsi Kalimantan Selatan yakni bahasa Berangas dan bahasa Abal hampir punah sehingga diperlukan upaya pemertahanan agar khasanah budaya bangsa itu tetap terpelihara dan lestari.
Hal itu mengemuka pada Seminar Nasional Bahasa Daerah di Mahligai Sultan Adam Martapura, Kamis yang diselenggarakan Balai Bahasa Kalsel dihadiri ratusan peserta dari berbagai kalangan dan profesi.
"Dua bahasa daerah yakni Bahasa Berangas dan Bahasa Abal hampir punah sehingga tugas kita bersama mengangkatnya agar tidak benar-benar punah," ujar Yuliati Puspita Sari dalam materi makalahnya.
Menurut pekamus Balai Bahasa Kalsel itu, hampir punahnya Bahasa Berangas disebabkan jumlah penutur yang semakin berkurang disamping orang tua suku Dayak Berangas yang enggan mengajarkan pada anaknya.
Dijelaskan, Bahasa Berangas atau Bahasa Alalak dituturkan Suku Dayak Berangas dan merupakan subbahasa Dayak Ngaju yang sebagian besar penuturnya berada di Kelurahan Alalak Utara Kecamatan Banjarmasin Utara.
"Hasil survei Tim Perekaman Bahasa dari Balai Bahasa Kalsel, usia generasi terakhir atau termuda yang aktif dalam menguasai Bahasa Berangas berada di kisaran 40 tahun ke atas, dan jumlah mereka terbatas," ungkapnya.
Disisi lain, kata dia, eksistensi Bahasa Berangas terdesak keberadaan Bahasa Banjar yang dituturkan orang-orang Banjar di sekitar mereka dan orang tua Suku Dayak berinteraksi menggunakan Bahasa Banjar.
"Bahkan, hasil survei menunjukkan tidak satu pun anak-anak Suku Dayak Berangas yang mampu berbahasa Berangas baik aktif maupun pasif padahal kedua orang tua berasal dari suku yang sama," ujarnya.
Dikatakan, kondisi lebih parah terjadi pada Bahasa Abal yang hidup dan berkembang di Kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, sekitar 300 kilometer arah Timur Kota Banjarmasin ibukota Provinsi Kalsel.
Disebutkan, jumlah penutur sangat sedikit bahkan tim perekaman Bahasa dari Balai Bahasa Kalsel pada tahun 2013 dan 2014 hanya menemukan jumlah penuturnya yang sangat sedikit dan telah berusia lanjut.
"Selain berusia lanjut diatas 60 tahun, jumlahnya juga tidak banyak karena tidak sampai puluhan orang sehingga Bahasa Abal benar-benar terancam punah terutama jika penutur sudah tiada," katanya.
Ditambahkan, strategi yang dapat dilakukan untuk pemertahanan bahasa daerah sudah dilakukan pemerintah baik tingkat pusat maupun Pemprov Kalsel melalui peraturan pemeliharaan bahasa dan sastra daerah.
"Pendokumentasian dan pemberian pemahaman pentingnya bahasa daerah termasuk penelitian dan pelaksanaan kegiatan tentang bahasa juga merupakan upaya pemertahanan bahasa daerah itu," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014
Hal itu mengemuka pada Seminar Nasional Bahasa Daerah di Mahligai Sultan Adam Martapura, Kamis yang diselenggarakan Balai Bahasa Kalsel dihadiri ratusan peserta dari berbagai kalangan dan profesi.
"Dua bahasa daerah yakni Bahasa Berangas dan Bahasa Abal hampir punah sehingga tugas kita bersama mengangkatnya agar tidak benar-benar punah," ujar Yuliati Puspita Sari dalam materi makalahnya.
Menurut pekamus Balai Bahasa Kalsel itu, hampir punahnya Bahasa Berangas disebabkan jumlah penutur yang semakin berkurang disamping orang tua suku Dayak Berangas yang enggan mengajarkan pada anaknya.
Dijelaskan, Bahasa Berangas atau Bahasa Alalak dituturkan Suku Dayak Berangas dan merupakan subbahasa Dayak Ngaju yang sebagian besar penuturnya berada di Kelurahan Alalak Utara Kecamatan Banjarmasin Utara.
"Hasil survei Tim Perekaman Bahasa dari Balai Bahasa Kalsel, usia generasi terakhir atau termuda yang aktif dalam menguasai Bahasa Berangas berada di kisaran 40 tahun ke atas, dan jumlah mereka terbatas," ungkapnya.
Disisi lain, kata dia, eksistensi Bahasa Berangas terdesak keberadaan Bahasa Banjar yang dituturkan orang-orang Banjar di sekitar mereka dan orang tua Suku Dayak berinteraksi menggunakan Bahasa Banjar.
"Bahkan, hasil survei menunjukkan tidak satu pun anak-anak Suku Dayak Berangas yang mampu berbahasa Berangas baik aktif maupun pasif padahal kedua orang tua berasal dari suku yang sama," ujarnya.
Dikatakan, kondisi lebih parah terjadi pada Bahasa Abal yang hidup dan berkembang di Kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, sekitar 300 kilometer arah Timur Kota Banjarmasin ibukota Provinsi Kalsel.
Disebutkan, jumlah penutur sangat sedikit bahkan tim perekaman Bahasa dari Balai Bahasa Kalsel pada tahun 2013 dan 2014 hanya menemukan jumlah penuturnya yang sangat sedikit dan telah berusia lanjut.
"Selain berusia lanjut diatas 60 tahun, jumlahnya juga tidak banyak karena tidak sampai puluhan orang sehingga Bahasa Abal benar-benar terancam punah terutama jika penutur sudah tiada," katanya.
Ditambahkan, strategi yang dapat dilakukan untuk pemertahanan bahasa daerah sudah dilakukan pemerintah baik tingkat pusat maupun Pemprov Kalsel melalui peraturan pemeliharaan bahasa dan sastra daerah.
"Pendokumentasian dan pemberian pemahaman pentingnya bahasa daerah termasuk penelitian dan pelaksanaan kegiatan tentang bahasa juga merupakan upaya pemertahanan bahasa daerah itu," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014