Oleh Imam Hanafi

Kotabaru, (Antaranews.Kalsel) - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mengunjungi industri pengolahan mineral milik PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) di Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, sekitar 350 kilometer tenggara Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Manajer Operasional SILO, Hendry Yulianto di Kotabaru, Selasa mengatakan kunjungan Wamen ESDM itu untuk mengetahui langsung bagaimana kondisi perusahaan pascapemberlakukan aturan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara mulai 12 Januari 2014.

"Selain itu juga ingin mengetahui secara langsung operasional SILO yang sudah mulai mengolah bijih besi, hasil produksi pemurnian tahap I seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 yang hingga kini belum bisa diekspor," ujar Hendry.

Ia berharap dengan kunjungan Wamen ESDM dan pejabat lainnya di lokasi perusahaan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan kementerian terkait lainnya segera mengeluarkan izin dan kuota ekspor untuk SILO.

"Wamen juga dapat melihat bukti keseriusan SILO untuk taat kepada peraturan perundang-udangan yang berlaku," katanya.

Ia mengemukakan hingga saat ini SILO belum bisa mengekspor konsentrat bijih besi yang sudah melalui pemurnian tahap pertama karena SILO belum mendapatkan kuota ekspor konsentrat bijih besi dari pemerintah.

"Padahal mesin pemurnian tahap pertama SILO yang mulai dioperasikan awal Februari 2014 hingga saat ini sudah berproduksi sekitar 300.000 metrik ton," katanya.

Meski belum bisa ekspor, SILO tetap melakukan pemurnian tahap pertama untuk 700.000 metrik ton bijih besi hasil tambang.

Hendry menambahkan pemurnian tahap pertama bijih besi yang berupa konsentrat tersebut sudah meningkat di atas 51 persen, syarat minimal yang ditetapkan pemerintah.

Menurut informasi, salah satu penyebab SILO belum mendapatkan kuota ekspor karena masih menunggu petunjuk teknis sebagai penjabaran dari peraturan pemerintah yang mengatur pelarangan ekspor hasil tambang berupa mineral, serta Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang diberlakukan per 12 Januari 2014.

Sejak 12 Januari 2014, SILO tidak melakukan ekspor bijih besi maupun konsentrat yang sudah melalui permunian tahap pertama.

Sebelumnya, Hendry mengatakan pabrik pemurnian tahap pertama dengan nilai investasi 60 juta dolar AS pada Minggu (9/2) mulai dioperasikan untuk pemanasan.

Dengan mulai beroperasi mesin pemurnian tahap satu, maka SILO tidak akan lagi menjual hasil tambangnya dalam bentuk mineral, tetapi sudah melalui pemurnian sesuai yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang diberlakukan per 12 Januari 2014.

Apabila bijih besi dari mulut tambang kadarnya 40--45 persen, setelah dilakukan tahap pertama sudah naik 10 persen menjadi 44--50 persen.

Wakil Bupati Kotabaru, Rudy Suryana menyatakan sangat mendukung langkah yang dilakukan perusahaan, di mana pemerintah diharapkan segera memberikan izin ekspor dan kuota kepada perusahaan.

"Siapapun dia, apabila sudah taat terhadap undang-undang, pemerintah harus menghargai perusahaan dengan jalan segera menerbitkan perizinan yang dibutuhkan," tandasnya.

Menurut Wakil Bupati, apabila hal itu diabaikan pemerintah maka dampaknya cukup luas, seperti pemutusan hubungan kerja, tidak tercapainya target hibah atau dana perimbangan untuk pembangunan daerah, serta imbas yang tidak langsung akibat PHK, roda pergerakan ekonomi di daerah akan terhenti.

"Bagaimana tidak, dengan PHK tersebut karyawan tidak bisa berbelanja dan pedagang juga tidak ada pembeli," ujarnya.

Pewarta:

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014