Oleh Ulul Maskuriah
Banjarmasin, (Antaranews.Kalsel) - Pencemaran yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Barito yang melintasi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah akibat pertambangan dan lainnya kini semakin memprihatinkan.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel M Ikhlas di Banjarmasin, Senin, mengemukakan berdasarkan uji kualitas air yang dilakukan Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan Kementerian Lingkungan Hidup pada November lalu, nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) di DAS Barito mencapai 85.747,93 kg/hari.
Selain itu, Chemical Oxygen Demand (COD) mencapai 107.967,40 kg/hari, dan Total Suspended Solid (TSS) mencapai 40.128,45 kg/hari.
Pengambilan sampel air DAS Barito dilakukan di Kabupaten Barito Selatan, Barito Timur, dan Kapuas di Kalteng, serta Tabalong, Hulu Sungai Utara, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Batola, Kabupaten Banjar, dan Banjarmasin.
Menurut dia, distribusi potensi beban pencemaran cenderung terkonsentrasi di bagian hilir DAS Barito.
"Berdasarkan nilai parameter BOD dan COD, Kabupaten Banjar merupakan wilayah potensi beban pencemar paling menonjol, yaitu masing-masing sebesar 19,77 persen dan 26,30 persen," katanya.
Sedang dari nilai parameter TSS, maka Banjarmasin yang paling tinggi, yakni 24,07 persen.
Menurut Ikhlas, potensi beban pencemaran serta kontribusi setiap sumber pencemaran untuk setiap pencemaran DAS Barito berasal dari industri pertambangan, rumah tangga, pertanian, rumah sakit, hotel, serta peternakan dan perikanan.
"Berdasarkan temuan itu, air DAS Barito tidak layak untuk dikonsumsi manusia," katanya.
Sedangkan untuk air minum perlu pengolahan lagi, akibatnya, Perusahaan air minum yang bahan bakunya berasal dari air DAS Barito harus mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk mengolah airnya agar bisa dikonsumsi.
Berdasarkan temuan itu, ujar Ikhlas, menunjukkan seluruh segmen, konsentrasi BOD telah jauh melebihi kelas yang ditetapkan di masing-masing segmen.
Di mana, Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP) DAS Barito sudah terlampaui untuk ketiga parameter BOD, COD dan TSS. Potensi beban pencemaran untuk parameter kunci pada DAS Barito mencapai 94,8 ton BOD/hari, 121,5 ton COD/hari, dan 51,344 ton TSS/hari.
Dampak ekonomi akibat pencemaran pada Sungai Barito, yaitu biaya pengolahan air baku untuk air minum dari DAS Barito dengan rata-rata BOD 14,6 mg/l untuk penduduk 2.421.576 jiwa diperkirakan Rp 33.377.338.751 per tahun.
Selain itu, nilai kesehatan yang harus dikeluarkan akibat pencemaran DAS Barito dengan asumsi 40 persen penduduk tinggal di bantaran sungai, apabila rawat jalan sebesar Rp 491.971.584.000 per tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013
Banjarmasin, (Antaranews.Kalsel) - Pencemaran yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Barito yang melintasi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah akibat pertambangan dan lainnya kini semakin memprihatinkan.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel M Ikhlas di Banjarmasin, Senin, mengemukakan berdasarkan uji kualitas air yang dilakukan Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan Kementerian Lingkungan Hidup pada November lalu, nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) di DAS Barito mencapai 85.747,93 kg/hari.
Selain itu, Chemical Oxygen Demand (COD) mencapai 107.967,40 kg/hari, dan Total Suspended Solid (TSS) mencapai 40.128,45 kg/hari.
Pengambilan sampel air DAS Barito dilakukan di Kabupaten Barito Selatan, Barito Timur, dan Kapuas di Kalteng, serta Tabalong, Hulu Sungai Utara, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Batola, Kabupaten Banjar, dan Banjarmasin.
Menurut dia, distribusi potensi beban pencemaran cenderung terkonsentrasi di bagian hilir DAS Barito.
"Berdasarkan nilai parameter BOD dan COD, Kabupaten Banjar merupakan wilayah potensi beban pencemar paling menonjol, yaitu masing-masing sebesar 19,77 persen dan 26,30 persen," katanya.
Sedang dari nilai parameter TSS, maka Banjarmasin yang paling tinggi, yakni 24,07 persen.
Menurut Ikhlas, potensi beban pencemaran serta kontribusi setiap sumber pencemaran untuk setiap pencemaran DAS Barito berasal dari industri pertambangan, rumah tangga, pertanian, rumah sakit, hotel, serta peternakan dan perikanan.
"Berdasarkan temuan itu, air DAS Barito tidak layak untuk dikonsumsi manusia," katanya.
Sedangkan untuk air minum perlu pengolahan lagi, akibatnya, Perusahaan air minum yang bahan bakunya berasal dari air DAS Barito harus mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk mengolah airnya agar bisa dikonsumsi.
Berdasarkan temuan itu, ujar Ikhlas, menunjukkan seluruh segmen, konsentrasi BOD telah jauh melebihi kelas yang ditetapkan di masing-masing segmen.
Di mana, Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP) DAS Barito sudah terlampaui untuk ketiga parameter BOD, COD dan TSS. Potensi beban pencemaran untuk parameter kunci pada DAS Barito mencapai 94,8 ton BOD/hari, 121,5 ton COD/hari, dan 51,344 ton TSS/hari.
Dampak ekonomi akibat pencemaran pada Sungai Barito, yaitu biaya pengolahan air baku untuk air minum dari DAS Barito dengan rata-rata BOD 14,6 mg/l untuk penduduk 2.421.576 jiwa diperkirakan Rp 33.377.338.751 per tahun.
Selain itu, nilai kesehatan yang harus dikeluarkan akibat pencemaran DAS Barito dengan asumsi 40 persen penduduk tinggal di bantaran sungai, apabila rawat jalan sebesar Rp 491.971.584.000 per tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013