Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah ikut ambil bagian dalam perjanjian laut internasional, mengingat masih ditemukannya kasus-kasus pencemaran laut, sampah plastik, perusakan biota laut, bahkan penangkapan ikan ilegal.

"Pemerintah Indonesia harus ambil bagian dalam mewujudkan perjanjian laut internasional 2020 sebagai bentuk keseriusan menyelamatkan serta melindungi laut Indonesia," ujar Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, dikonfirmasi di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu.

Ia mengungkapkan, Indonesia adalah negara maritim yang dikelilingi lautan, ironisnya cukup banyak penemuan satwa laut yang terdampar di pantai, baik itu akibat pencemaran minyak mentah ataupun mengonsumsi sampah plastik.

Bahkan, aktivitas penangkapan ikan pun kata dia, masih marak dan mengabaikan praktik keberlanjutan hingga merusak ekosistem di bawah laut yang membuat habitat ikan semakin terancam.

Tidak hanya itu, lanjut dia, enam dari tujuh spesies penyu menghadapi kepunahan. Jutaan hiu terbunuh oleh industri penangkapan ikan setiap tahun.

"Kita seringkali menemukan perut paus yang terdampar dipenuhi sampah plastik. Lautan kita saat ini menghadapi ancaman yang besar," ungkap Afdillah.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan Muhammad Al Amin mengatakan, saat ini kondisi Spermonde (gugusan 120 pulau di lepas pantai barat daya Sulawesi) mengalami degradasi yang cukup parah. Sehingga perlu perhatian semua pihak utamanya pemerintah.

Baca juga: Greenpeace pasang spanduk raksasa di Bundaran HI Jakarta

"Kami ikut mendorong pemerintah ikut ambil bagian perjanjian laut internasional, sebab ini momentum yang sangat tepat menyelamatkan laut kita dari kerusakan yang lebih parah," tuturnya.

Selain itu, Pemerintah juga didorong segera membuat cagar alam yang aman bagi satwa liar untuk pulih dari ancaman yang mereka hadapi. Untuk itu pemerintah harus terlebih dahulu menyepakati perjanjian laut lnternasional di tingkat PBB tahun 2020.

Sebelumnya, organisasi lingkungan internasional Greenpeace sedang berkampanye untuk mendorong sebuah kesepakatan global ambisius yang memungkinkan terciptanya jaringan suaka lautan, bebas dari aktivitas manusia yang berbahaya.

Menurut para ilmuwan perlu mencapai 30 persen lautan dunia pada tahun 2030 untuk memungkinkan populasi satwa liar di laut pulih.

Protect the Oceans Greenpeace, Will McCallum dalam kampanyenya mengatakan, populasi penguin menghilang secara nyata. Baru-baru ini di Antartika, pihaknya menyaksikan beberapa koloni penguin sangat menderita, dengan beberapa populasi anjlok secara signifikan.

"Perubahan iklim, polusi plastik, dan industri penangkapan ikan membunuh lautan kita, dan kini jutaan orang mendesak pemerintah kita untuk melindunginya," kata Will menegaskan.

Rencananya, para perwakilan negara-negara akan bertemu di kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, untuk negosiasi putaran keempat menuju Perjanjian Laut Internasional pada akhir Maret 2020.

Sehingga dengan adanya informasi tersebut, para relawan Greenpeace Indonesia di tujuh kota yakni Jakarta, Makassar, Bandung, Pekanbaru, Semarang, Yogyakarta, dan Padang turun menggelar aksi damai.

Baca juga: GAPKI: Greenpeace bothers sovereignty

Aksi tersebut dilaksanakan di depan kantor pemerintahan dan ikon kota, tiap pekan guna mendorong pemerintah secara aktif ikut serta dalam mewujudkan terbentuknya Perjanjian Laut Internasional (Global Ocean Treaty).

Di Makassar aksi itu digelar di anjungan Losari, ikon Kota Makassar saat hari bebas kendaraan, Minggu. Sejumlah elemen dan organisasi lingkungan seperti Walhi Sulsel dan Greenpeace Indonesia ikut ambil bagian menyuarakan kampanye perlindungan laut.

Aksi damai tidak hanya berlangsung di Indonesia. Relawan Greenpeace di seluruh dunia menempatkan pahatan es berbentuk pinguin di luar gedung-gedung pemerintah sebagai seruan untuk mewujudkan perlindungan laut global.

Dari Seoul ke London, Buenos Aires ke Cape Town, patung es pinguin yang mencair dipasang untuk mengirim pesan kepada pemerintah tentang dampak perubahan iklim terhadap satwa laut.

 

Pewarta: M Darwin Fatir

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020