Kantor Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalimantan Timur bersama pihak terkait telah dan akan terus memantau perkembangan harga komoditas utama, guna menyesuaikan tindakan jika terjadi inflasi maupun deflasi agar pergerakan indeks harga konsumen (IHK) tidak terlalu jauh.
"Hingga saat ini BI Kaltim bersama pihak lain berkepentingan yang tergabung dalam Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) selalu memantau pergerakan inflasi di daerah-daerah," ujar Kepala BI Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Tutuk S.H. Cahyono di Samarinda, Rabu.
Sejumlah kegiatan yang dilakukan dalam upaya mengantisipasi kenaikan harga yang berkelanjutan, antara lain melalui Gerakan Tanam Cabai sampai ke tingkat RT, karena selama ini cabai termasuk komoditas pendorong inflasi.
Gerakan Tanam Cabai ini dilakukan atas kerja sama dengan Pemerintah Kota Samarinda dan pihak-pihak terkait, sebagai bentuk tindak lanjut arahan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Baca juga: BI perkirakan modal asing semakin deras masuk ke negara berkembang
Selain itu, lanjutnya, TPID Kaltim juga berencana mengembangkan model kerja sama antardaerah, yakni antara kota-kota di Kaltim dengan daerah sentra produksi dan SDM terampil, untuk mengamankan pasokan dan pembangunan kapasitas SDM di Kaltim terkait komoditas pangan strategis.
"Bank Indonesia secara konsisten akan terus melakukan asesmen terkait perkembangan perekonomian dan inflasi Kaltim terkini. Tujuannya adalah untuk menuju sasaran inflasi akhir tahun sebesar 3,5+1 persen (yoy)," katanya.
Ia melanjutkan, atas berbagai upaya yang dilakukan selama ini, sehingga pada September 2019 secara umum harga komoditas di Kaltim mengalami penurunan (deflasi) 0,27 persen, lebih rendah ketimbang deflasi bulan sebelumnya yang tercatat minus 0,19 persen (mtm).
Menurutnya, pergerakan inflasi Kaltim sejalan dengan nasional yang juga tercatat berdeflasi 0,27 persen pada September, setelah bulan sebelumnya mengalami inflasi sebesar 0,12 persen.
Baca juga: Penurunan uang muka KPR lengkapi stimulus pertumbuhan ekonomi
"Deflasi Kaltim yang lebih dalam pada September umumnya dipengaruhi oleh deflasi kelompok bahan makanan, terutama pada komoditas daging ayam ras dan ikan layang/benggol," ucap Tutuk.
Deflasi pada komoditas tersebut umumnya disebabkan oleh melimpahnya stok di pasar, penurunan permintaan masyarakat, dan produksi yang tinggi pada periode berjalan, khususnya untuk komoditas layang sebagai dampak arus gelombang maupun cuaca yang kembali kondusif.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
"Hingga saat ini BI Kaltim bersama pihak lain berkepentingan yang tergabung dalam Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) selalu memantau pergerakan inflasi di daerah-daerah," ujar Kepala BI Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Tutuk S.H. Cahyono di Samarinda, Rabu.
Sejumlah kegiatan yang dilakukan dalam upaya mengantisipasi kenaikan harga yang berkelanjutan, antara lain melalui Gerakan Tanam Cabai sampai ke tingkat RT, karena selama ini cabai termasuk komoditas pendorong inflasi.
Gerakan Tanam Cabai ini dilakukan atas kerja sama dengan Pemerintah Kota Samarinda dan pihak-pihak terkait, sebagai bentuk tindak lanjut arahan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Baca juga: BI perkirakan modal asing semakin deras masuk ke negara berkembang
Selain itu, lanjutnya, TPID Kaltim juga berencana mengembangkan model kerja sama antardaerah, yakni antara kota-kota di Kaltim dengan daerah sentra produksi dan SDM terampil, untuk mengamankan pasokan dan pembangunan kapasitas SDM di Kaltim terkait komoditas pangan strategis.
"Bank Indonesia secara konsisten akan terus melakukan asesmen terkait perkembangan perekonomian dan inflasi Kaltim terkini. Tujuannya adalah untuk menuju sasaran inflasi akhir tahun sebesar 3,5+1 persen (yoy)," katanya.
Ia melanjutkan, atas berbagai upaya yang dilakukan selama ini, sehingga pada September 2019 secara umum harga komoditas di Kaltim mengalami penurunan (deflasi) 0,27 persen, lebih rendah ketimbang deflasi bulan sebelumnya yang tercatat minus 0,19 persen (mtm).
Menurutnya, pergerakan inflasi Kaltim sejalan dengan nasional yang juga tercatat berdeflasi 0,27 persen pada September, setelah bulan sebelumnya mengalami inflasi sebesar 0,12 persen.
Baca juga: Penurunan uang muka KPR lengkapi stimulus pertumbuhan ekonomi
"Deflasi Kaltim yang lebih dalam pada September umumnya dipengaruhi oleh deflasi kelompok bahan makanan, terutama pada komoditas daging ayam ras dan ikan layang/benggol," ucap Tutuk.
Deflasi pada komoditas tersebut umumnya disebabkan oleh melimpahnya stok di pasar, penurunan permintaan masyarakat, dan produksi yang tinggi pada periode berjalan, khususnya untuk komoditas layang sebagai dampak arus gelombang maupun cuaca yang kembali kondusif.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019