Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti dalam sejumlah pertemuan internasional mendorong agar diprakarsai dialog antarnegara guna mengatasi IUU Fishing atau penangkapan ikan ilegal di berbagai kawasan perairan.
Menteri Susi dalam siaran pers dari KKP yang diterima di Jakarta, Minggu, menyatakan, terdapat tiga hal utama yang diperlukan untuk meningkatkan kerjasama antarnegara dalam pemberantasan IUU Fishing berdasarkan pengalaman Indonesia.
"Pertama, persamaan persepsi bahwa IUU Fishing merupakan ancaman yang serius terhadap kesehatan laut dan keamanan di laut harus dilakukan," katanya.
Selain itu, ujar dia, hal kedua adalah pentingnya sistem yang transparan serta pertukaran informasi yang akurat dan mutakhir. Sedangkan hal ketiga adalah perlunya membangun forum untuk berbagi pengalaman dan keahlian untuk mewujudkan penegakan hukum terhadap IUU fishing yang efektif.
Pernyataan Menteri Susi di sejumlah pertemuan internasional kerap disambut baik oleh para perwakilan negara yang hadir, seperti Thailand yang menyampaikan ketiga upaya tersebut dapat diwujudkan melalui rencana pembentukan ASEAN IUU Fishing Network yang akan dibahas ASEAN Ministerial Meeting di Brunei, November 2019.
ASEAN IUU Fishing Network itu sendiri juga akan menjadi sebuah platform negara-negara ASEAN untuk berbagi informasi dan data pemanfaatan sumber daya perikanan.
Selanjutnya, Thailand juga mengangkat pentingnya peran negara yang memiliki pelabuhan untuk mencegah hasil tangkapan penankapan ikan ilegal masuk ke pasar negaranya.
Sejalan dengan hal itu, Malaysia menyampaikan bahwa sebagai negara yang sudah meratifikasi Port State Measures Agreement (PSMA), Malaysia turut berupaya meningkat perannya sebagai negara pelabuhan.
Hal ini dilakukan melalui penguatan koordinasi secara domestik antar-instansi yang memiliki kewenangan dalam pelaksaanaan inspeksi di pelabuhan.
Sementara itu, walaupun belum meratifikasi PSMA, Singapura menyampaikan bahwa negaranya telah melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki sistem inspeksi pelabuhan.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Susi berpendapat bahwa implementasi PSMA tidak akan efektif apabila kegiatan alih muat hasil tangkapan antar kapal di laut (transshipment) tetap dibiarkan, tidak diatur, dan tidak diawasi.
"Ratifikasi PSMA adalah hal yang bagus, tetapi akan menjadi macan tanpa taring tanpa pelarangan transshipment karena masih banyak kapal perikanan yang tidak melaporkan hasil tangkapannya ke pelabuhan. Sebaliknya, mereka melakukan berbagai modus transshipment yang tersusun rapi," ujar Susi.
Mengingat pentingnya transparansi di bidang perikanan, Menteri Susi berpendapat agar platform jaringan tersebut juga dimanfaatkan untuk berbagi data transmitter dari Vessel Monitoring System (VMS) dan Automatic Identification System (AIS).
"Kalau kita antarnegara saling berbagi data tentang lalu lintas kapal dan memantaunya secara bersama-sama, praktik IUU Fishing lintas-batas pun pasti dapat lebih mudah diawasi dan ditekan," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Menteri Susi dalam siaran pers dari KKP yang diterima di Jakarta, Minggu, menyatakan, terdapat tiga hal utama yang diperlukan untuk meningkatkan kerjasama antarnegara dalam pemberantasan IUU Fishing berdasarkan pengalaman Indonesia.
"Pertama, persamaan persepsi bahwa IUU Fishing merupakan ancaman yang serius terhadap kesehatan laut dan keamanan di laut harus dilakukan," katanya.
Selain itu, ujar dia, hal kedua adalah pentingnya sistem yang transparan serta pertukaran informasi yang akurat dan mutakhir. Sedangkan hal ketiga adalah perlunya membangun forum untuk berbagi pengalaman dan keahlian untuk mewujudkan penegakan hukum terhadap IUU fishing yang efektif.
Pernyataan Menteri Susi di sejumlah pertemuan internasional kerap disambut baik oleh para perwakilan negara yang hadir, seperti Thailand yang menyampaikan ketiga upaya tersebut dapat diwujudkan melalui rencana pembentukan ASEAN IUU Fishing Network yang akan dibahas ASEAN Ministerial Meeting di Brunei, November 2019.
ASEAN IUU Fishing Network itu sendiri juga akan menjadi sebuah platform negara-negara ASEAN untuk berbagi informasi dan data pemanfaatan sumber daya perikanan.
Selanjutnya, Thailand juga mengangkat pentingnya peran negara yang memiliki pelabuhan untuk mencegah hasil tangkapan penankapan ikan ilegal masuk ke pasar negaranya.
Sejalan dengan hal itu, Malaysia menyampaikan bahwa sebagai negara yang sudah meratifikasi Port State Measures Agreement (PSMA), Malaysia turut berupaya meningkat perannya sebagai negara pelabuhan.
Hal ini dilakukan melalui penguatan koordinasi secara domestik antar-instansi yang memiliki kewenangan dalam pelaksaanaan inspeksi di pelabuhan.
Sementara itu, walaupun belum meratifikasi PSMA, Singapura menyampaikan bahwa negaranya telah melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki sistem inspeksi pelabuhan.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Susi berpendapat bahwa implementasi PSMA tidak akan efektif apabila kegiatan alih muat hasil tangkapan antar kapal di laut (transshipment) tetap dibiarkan, tidak diatur, dan tidak diawasi.
"Ratifikasi PSMA adalah hal yang bagus, tetapi akan menjadi macan tanpa taring tanpa pelarangan transshipment karena masih banyak kapal perikanan yang tidak melaporkan hasil tangkapannya ke pelabuhan. Sebaliknya, mereka melakukan berbagai modus transshipment yang tersusun rapi," ujar Susi.
Mengingat pentingnya transparansi di bidang perikanan, Menteri Susi berpendapat agar platform jaringan tersebut juga dimanfaatkan untuk berbagi data transmitter dari Vessel Monitoring System (VMS) dan Automatic Identification System (AIS).
"Kalau kita antarnegara saling berbagi data tentang lalu lintas kapal dan memantaunya secara bersama-sama, praktik IUU Fishing lintas-batas pun pasti dapat lebih mudah diawasi dan ditekan," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019