Korban pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan oleh oknum pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Limpasu Kabupaten Hulu Sungai Tengah bernama Ahmad Junaidi Mukti (61) ternyata bertambah menjadi tujuh orang.

"Hingga kini tersangka masih belum mengaku dan saat diinterogasi selalu berkata lupa atau tiba-tiba amnesia," kata Kapolres HST, AKBP Sabana Atmojo di Barabai, saat konferensi pers di Mapolres setempat, Senin (17/6).

Namun menurutnya, dengan alat bukti dan saksi-saksi, oknum ustadz tersebut sudah bisa dijadikan tersangka dan biar nanti di persidangan yang menentukan.

Ketujuh korban pencabulan tersebut yaitu  pertama berinisial TR (9), korban disetubuhi tersangka dan diperlakukan dengan cara tidak senonoh.

Korban kedua berinisial KNI (12), dicabuli dengan cara dipeluk dan dicium serta diraba-raba di bagian daerah sensitif kewanitaan. Ketiga berinisial SA (15), modusnya tersangka memasuki kamar asrama tanpa permisi kemudian mencabuli dengan cara memeluk dan mencium.

Keempat, korbanya berinisial S (18), korban diremas bagian payudara, di raba-raba dan dicium kedua pipinya. Kelima berinisial N (14) yang dicabuli dengan cara dirangkul dan dicium bagian pipi.

Keenam yaitu berinisial MS (15) pernah juga dicium bagian pipi dan terakhir yaitu R (19) yang disetubuhi dan dicium bagian pipi dan bibir serta di raba-raba.

"Tersangka ini melakukan pencabulan diberbagai tempat seperti di rumahnya sendiri di Desa Hawang, di lingkungan pesantren, dalam kamar asrama dan di kantin," katanya.

Ternyata, perbuatan tidak terpuji yang dilakukan oleh tersangka beristri dua itu sudah berlangsung sejak Tahun 2017 yang lalu, namun saat itu prosesnya hanya berdamai dengan pihak keluarga korban.

Dari keterangan Kapolres juga terungkap, bahwa pesantren di masa kepemimpinan tersangka tersebut juga mendapatkan kucuran dana dari Pemkab HST melalui Dinas Sosial Dinas Sosial, PPKB, PP dan PA HST sebesar Rp500 juta per tahun.

"Saat ini kasusnya terus kita kembangkan, jika mungkin ada keterlibatan yang lainnya akan terus kami dalami," tegas Sabana.

Dikatakannya lagi, tersangka kemungkinan mengidap penyakit Pedofilia atau gangguan seksual yang berupa nafsu seksual terhadap remaja atau anak-anak di bawah umur, karena korbannya mencapai tujuh orang.

Tersangka dapat dituntut Pasal 81 Ayat (2) Sub Pasal 82 Ayat (1) UU No 17 Tahun 2016 Tentang PERPU No 1 Tahun 2016 Jo Pasal 76E UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Ancaman pidananya adalah penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.

Pewarta: M. Taupik Rahman

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019