Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah mengatakan program pemerintah tentang redenominasi rupiah diperkirakan baru bisa dilaksanakan pada tujuh hingga sepuluh tahun mendatang karena banyak persiapan yang harus dilakukan.

Menurut Halim usai serah terima jabatan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan di Banjarmasin, Jumat, saat ini pemerintah sedang menyiapkan undang-undang yang akan menjadi dasar dilaksanakannya redenominasi tersebut.

"Kita baru pada tahap menyiapkan undang-undang yang diharapkan selesai pada 2013 ini juga," katanya.

Selanjutnya, tambah dia, kalau sudah ada dasar hukumnya, perlu dilakukan langkah-langkah kongkrit terkait persiapan pelaksanaan tersebut, baru kemudian dilakukan sosialisasi.

Pada tahap sosialisasi tersebut, kata dia, pemerintah juga tidak bisa dengan serta merta menerapkan program tersebut, perlu waktu penyesuaian yang juga cukup lama.

"Jadi pelaksanaan program redenominasi tersebut tidaklah sesederhana sebagaimana yang diberitakan, perlu waktu cukup panjang untuk mempersiapkan berbagai perangkat untuk merealisasikannya," katanya.

Bahkan kata dia, pelaksanaan program tersebut baru bisa terealisasi dengan baik pada tujuh hingga sepuluh tahun dari sekarang.

Redenominasi adalah memotong jumlah nol pada nominal mata uang tertentu karena alasan tertentu, salah satu alasannya adalah karena jumlah nol dalam uang sangatlah banyak.

Misalnya dalam rupiah yang mempunyai nol banyak akan diredenominasi. Redenominasi rupiah bisa dengan memotong jumlah nol dalam uang, seperti uang Rp1.000 setelah diredenominasi akan menjadi Rp 1. Jadi dengan menggunakan uang Rp 1 pada waktu setelah redenominasi akan mempunyai nilai seharga Rp 1.000 sebelum redenominasi.

Sebagaimana diberitakan di beberapa media massa, pemerintah memprogram untuk melakukan pemotongan jumlah nol pada uang rupiah antara lain untuk efisiensi dalam penghitungan.

Selain itu, juga karena alasan psikologi, yaitu dengan sedikit nol maka uang rupiah akan terlihat lebih cantik, hampir setara dengan negara-negara lain.

Saat ini, rupiah memiliki jumlah digit yang terlalu banyak, sehingga menyebabkan inefesiensi untuk input data, pengelolaan data base, pelaporan data dan penyimpanan data.

Dalam penerapan teknologi informasi, penggunaan digit yang terlalu banyak dapat menimbulkan pemborosan dalam penyajian laporan keuangan dan akuntansi serta dalam penggunaan memori.

Selain itu, dapat menimbulkan kerumitan perhitungan dalam transaksi ekonomi sehingga berpotensi menimbulkan kekeliruan serta memakan waktu lebih lama.

Pewarta:

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013