Jakarta (ANTARA) - Indonesia mengangkat isu minyak sawit dalam Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN-Uni Eropa (UE) di Bangkok, Thailand, Kamis (1/8).

“Kita melihat minyak sawit merupakan isu yang sangat strategis, isu yang terkait jutaan manusia sehingga kita ingin kelapa sawit Indonesia diperlakukan secara adil di UE,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam taklimat media, seperti disampaikan Kemlu, Jumat.

ASEAN dan UE telah membentuk kelompok kerja bersama untuk meninjau aspek keberlanjutan terkait industri minyak sawit.

Kesepakatan untuk membentuk kelompok kerja ini tercipta setelah Indonesia dan Malaysia, sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia, terus menyuarakan protes untuk menentang kampanye negatif terkait minyak sawit di UE.

Baca juga: Uni Eropa incar kesepakatan perdagangan tunggal dengan ASEAN

Kebijakan Delegated Act UE dianggap telah mendiskriminasi minyak sawit dari jenis minyak nabati lainnya, karena minyak sawit dinilai tidak dikelola dengan prinsip-prinsip keberlanjutan dan berbasis kelestarian lingkungan.

Minyak sawit diklasifikasikan sebagai sumber energi yang tidak berkelanjutan dan termasuk dalam komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan hutan (deforestasi) atau indirect land use challenge (ILUC).

“Saya sampaikan bahwa sebelum kelompok ini bekerja maka perlu ada kerangka acuan yang pasti,” kata Menlu Retno.

Menurut dia, perlu ada persamaan persepsi dan topik bahasan agar negara-negara ASEAN dan UE bisa bekerjasama untuk menyelesaikan isu minyak sawit.

Baca juga: Kementan akan terus negosiasi UE hadapi sentimen negatif sawit

Indonesia bersama negara-negara produsen sawit yang tergabung dalam CPOPC menganggap Delegated Act sebagai kompromi politik Uni Eropa untuk mengisolasi dan menyingkirkan minyak sawit dari sektor energi terbarukan mandatnya untuk menguntungkan minyak rapa produksi Uni Eropa dan minyak nabati terbarukan lain yang kurang kompetitif

Untuk melawan diskriminasi terhadap sawit, Indonesia dalam berbagai forum internasional termasuk dalam Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN-Uni Eropa ke-22 di Brussels, Januari lalu, terus menyuarakan protesnya.

Dalam pertemuan tersebut, Indonesia menegaskan bahwa minyak sawit berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Sebagai komoditas strategis, sekitar 20 juta orang di Asia Tenggara menggantungkan hidupnya pada sawit, termasuk diantaranya 5 juta petani kecil di Indonesia.

Baca juga: GAPKI: Ekspor minyak sawit tetap meningkat meski diskriminasi UE

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019