Jakarta (ANTARA) - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai Partai Golkar berpeluang besar menempatkan kadernya sebagai Ketua MPR RI periode 2019-2024 karena memiliki perolehan kursi terbanyak kedua di parlemen.

"Peluang terbesarnya mungkin akan diperoleh Golkar mengingat jumlah kursinya banyak," kata peneliti Formappi Lucius Karus di Jakarta, Rabu.

Luicus menjelaskan sejatinya mekanisme pemilihan pimpinan MPR sudah jelas diatur dalam UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) tepatnya di pasal 427C. Dalam pasal itu disebut mekanisme pemilihan pimpinan MPR menggunakan sistem paket.

Pasal 427C huruf b menyatakan pimpinan MPR dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.

Dengan begitu, kata dia, persaingan merebut kursi Ketua MPR menjadi lahan bebas dari fraksi-fraksi dan kelompok anggota DPD.

"Batasannya mesti diusung dalam bentuk paket, dan masing-masing fraksi atau kelompok anggota bisa mengusung satu orang untuk bergabung dalam paket pimpinan MPR yang akan diperebutkan," katanya.

Dengan demikian, menurut Lucius, tugas pertama fraksi-fraksi adalah bagaimana menemukan teman fraksi atau kelompok anggota untuk diajak bergabung dalam satu paket.

Namun apabila koalisi pendukung pemerintah masih mempertahankan anggota partai koalisi Pemilu di MPR, artinya partai-partai itu harus berunding di internal koalisi terlebih dahulu mengenai siapa yang akan diajukan sebagai pimpinan MPR.

"Jangan lupa untuk mengajak kelompok anggota dari DPD dengan menempatkan salah seorang calon pimpinan dari DPD agar dukungan besar bisa diraih," kata dia.

Baca juga: Analis politik: tidak perlu berebut kursi Ketua MPR
Baca juga: JK: upaya adil, Golkar sebaiknya dapat jatah Ketua MPR
Baca juga: PPP minta kursi ketua MPR dibicarakan di koalisi Jokowi-Amin


Dia menekankan apabila koalisi pemerintah bertahan, maka PDIP yang sudah otomatis mendapatkan kursi Ketua di DPR tidak boleh bernafsu untuk juga mengambil kursi pimpinan di MPR.

Karena apabila PDIP masih menginginkan kursi pimpinan MPR, sementara kursi pimpinan MPR hanya terdapat lima kursi, maka satu partai koalisi pemerintah bakal tidak memperoleh satu kursi pun di pimpinan DPR maupun MPR.

"Kursi pimpinan MPR kan ada lima dan parpol koalisi juga lima. Padahal dalam paket pimpinan yang akan diusung biasanya akan ada satu wakil dari DPD-nya. Jadi tersisa hanya empat slot untuk fraksi-fraksi," kata dia.

Dia menakar bahwa PPP tidak akan terlampau berambisi meraih kursi pimpinan MPR karena jumlah kursi di parlemen minim. Sementara PDIP kemungkinan bersedia menjadi salah satu wakil pimpinan MPR saja.

Maka demikian kata dia, perebutan kursi Ketua MPR akan terbuka untuk Golkar, PKB, dan Nasdem. "Yang jelas ketiga fraksi ini berminat dan mengincar kursi Ketua MPR itu," ujar dia.

Dari ketiga partai itu, Lucius memandang Golkar memiliki peluang lebih besar karena jumlah kursi di parlemen cukup signifikan.

"Disinilah kompromi menjadi sangat penting sebelum memutuskan paket calon pimpinan MPR yang akan diajukan. Peluang terbesar mungkin Golkar karena kursinya lebih banyak dari PKB dan NasDem. Akan tetapi kembali lagi ini soal bagaimana membangun kompromi di antara parpol koalisi," kata dia.

Menurut dia, pembagian kursi pimpinan MPR akan menjadi ujian tersendiri bagi soliditas partai koalisi pendukung Jokowi. "Bagaimana mereka bisa dengan tenang membagi jatah kursi tersebut. Jangan sampai ngotot-ngototan yang berpotensi mengancam perpecahan koalisi," kata Pangi.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019