Jakarta (ANTARA) - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan rencana pemerintah menggabungkan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) mendapat penolakan dari para produsen rokok.

"Yang menjadi tantangan adalah penggabungan produksi. Ada (penolakan) produsen rokok produksi SKM dan SPM," kata Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemenkeu, Rofyanto Kurniawan, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Saat diskusi bertajuk Diseminasi Hasil Riset Indonesian Tobacco Control Research Network 2018 di Universitas Indonesia,  Rofyanto menjelaskan penggabungan batasan produksi SKM dan SPM akan memudahkan pengawasan, karena semakin banyak golongan, semakin besar pula potensi terjadinya penyalahgunaan.

Dengan kebijakan tersebut, para produsen yang memiliki volume produksi segmen SKM dan SPM di atas tiga miliar batang harus membayar tarif cukai golongan I pada kedua segmen tersebut.

"SKM golongan II dan SPM golongan II kita akan gabungkan. Kalau masuk kategori golongan I, bayar cukai golongan I, dan ini masih ada pertentangan dari produsen," ujarnya.

Rofyanto tidak menjelaskan pabrikan rokok yang menolak penggabungan batasan produksi SKM dan SPM.

Sementara itu, Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Kementerian Keuangan Nasruddin Djoko Surjono, mengatakan pihaknya sedang mensimulasikan dampak dari rencana penggabungan SKM dan SPM.

“Pembahasan ini sudah di level atas. Ini selalu dibahas. Kemungkinan sekitar Oktober atau November peraturan tarif cukai 2020 akan keluar,” kata Nasruddin.

Pembahasan tersebut, termasuk di dalamnya rencana penggabungan batasan produksi, mencakup beberapa tujuan.

Pertama, pengendalian konsumsi hasil tembakau. Kedua, penyetaraan arena bermain alias level playing field dengan adanya celah layer tarif. Ketiga, meningkatkan kepatuhan. Keempat, kemudahan administrasi dan kelima, pengoptimalan penerimaan negara.

Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Amir Uskara, berharap Kemenkeu benar-benar merealisasikan penggabungan batasan produksi SKM dan SPM, demi menciptakan iklim bisnis yang kondusif di industri hasil tembakau. Jika tidak, perusahaan besar akan terus menikmati tarif cukai yang rendah sehingga mematikan pangsa pasar perusahaan rokok kecil.

"Jangan sampai ada perusahaan rokok besar asing dengan pendapatan triliunan tetapi membayar cukai rokok yang lebih rendah,” kata politikus dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan itu.

Penggabungan batasan produksi SKM dan SPM sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 146/2017.

Namun pada Desember 2018, Kemenkeu mengeluarkan PMK 156/2018 yang salah satu isinya menghapus Bab IV pada PMK 146/2017, yang mengatur tentang penggabungan batas produksi SKM dan SPM.

Baca juga: BKF kaji penggabungan batas produksi SKM dan SPM

Baca juga: Anggota DPR Dorong Penggabungan Volume Produksi SKM dan SPM

Baca juga: Penggabungan SKM dan SKT bakal tingkatkan pengangguran

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019