Jakarta (ANTARA) - Bila rokok konvensional menghasilkan asap, rokok elektrik dikenal menghasilkan uap seperti misalnya yang diproduksi JUUL Labs, produsen elektronic Nicotine Delivery System (ENDS) asal Amerika.

General Manager JUUL Labs Indonesia Kent Sarosa dalam acara temu media di Jakarta, Rabu, menuturkan, pods atau kartrid produk mengandung formula cairan nikotin dengan kadar tiga persen atau lima persen berbasis garam.

Cairan ini mengandung propilena glikol, gliserol, nikotin, asam benzoat dan perisa. Ketika dipanaskan, sambung dia, cairan ini menghasilkan uap.

Lebih lanjut, teknologi produk ini memanfaatkan teknologi sistem tertutup (closed vaping system) dengan pengendalian suhu untuk menghantarkan nikotin.

"Ada pengaturan suhu melalui pemanasan sehingga suhu bisa tepat. Kalau terlalu panas bisa berbahaya," ujar dia.

Sistem ini dikembangkan Adam Bowen dan James Monsees yang juga Founder & Chief Product Officer JUUL Labs, pada tahun 2000-an saat menjalani program pascasarjana di Stanford.

Produk karya mereka pertama kali hadir Amerika Serikat pada tahun 2015 dan perlahan memasuki pasar Asia termasuk Indonesia.

Monsees menilai Indonesia sebagai pasar yang potensial untuk memasarkan produknya, mengingat ada 67 juta perokok dewasa atau 39 persen dari jumlah populasi dewasa di Indonesia.

"Indonesia pasar yang penting untuk produk kami, di sini terbuka untuk produk baru," kata dia.


Baca juga: Ini persepsi terhadap rokok elektrik

Baca juga: Benarkah rokok elektrik tidak bahaya?

Baca juga: Vape diklaim lebih aman daripada rokok

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019