Perkebunan sawit yang dikembangkan rakyat tersebut mendorong kegiatan lain sehingga perputaran roda ekonomi di pedesaan semakin luas
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pertanian periode 2000 – 2004 Bungaran Saragih menyatakan, perkebunan sawit rakyat yang berkembang di kawasan pelosok dan terpinggirkan ternyata mampu menumbuhkan pusat ekonomi pedesaan.

"Perkebunan sawit yang dikembangkan rakyat tersebut mendorong kegiatan lain sehingga perputaran roda ekonomi di pedesaan semakin luas," katanya ketika memberi pemaparan dalam Seminar sawit nasional bertema "Peremajaan Sawit Rakyat Solusi Peningkatan Produktivitas Sawit Nasional" di Jakarta, Rabu.

Banyak pusat perdagangan di wilayah pelosok yang berawal dari munculnya kegiatan sawit rakyat, seperti di Aceh Tamiyang, Stablat Sumatera Utara, Bengkalis Riau, Sarolangun Jambi, Pangkalanbun, Sangata, Mamuju dan daerah lainnya di Tanah Air.

Bahkan, menurut Bungaran, sawit rakyat tidak hanya menumbuhkan pusat ekonomi di pedesaan namun juga memberikan kontribusi bagi perekonomian daerah baik kabupaten maupun provinsi.

Perkebunan sawit rakyat di Indonesia, lanjutnya, saat ini melibatkan 2,6 juta kepala keluarga petani atau mampu menghidupi sekitar 10,4 juta jiwa. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang diserap lebih dari 20 juta orang atau 10 persen dari total rakyat Indonesia dihidupi oleh sawit rakyat.

Hal senada diungkapkan, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Antarjo Dikin bahwa di tahun 1980-an ada banyak lahan terlantar yang sulit untuk dibudidayakan untuk pertanian.

Lalu masuklah tanaman kelapa sawit yang mampu mengubah ekonomi masyarakat, bahkan ada masyarakat yang sudah 30 tahun menetap di sana dan hidup dari kelapa sawit.

"Dari yang tidak punya kendaraan menjadi punya kendaraan sekelas pejabat dan bisa menuaikan ibadah haji semua itu karena kelapa sawit," katanya.

Melihat fakta tersebut, dia mengakui, tanaman kelapa sawit telah mengubah ekonomi masyarakat. Bahkan bukan hanya masyarakat yang merasakan dampak ekonominya, tapi juga pemerintah daerah (Pemda) setempat.

“Dari kelapa sawit daerah-daerah tumbuh dan berkembang dan itu bukti nyata,” tutur Antarjo.

Namun, Antarjo mengakui dengan berkembangnya kelapa sawit rakyat ini, negara luar dalam hal ini Eropa merasa terganggu, padahal negara Eropa juga melakukan hal yang sama sebelum menjadi seperti saat ini.

Sementara itu, pengamat perkebunan Gamal Nasir membenarkan bahwa pertumbuhan kelapa sawit rakyat cukup pesat karena memang memberikan banyak manfaat, dan itu sudah terbukti.

Berdasarkan catatan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian tahun 2017, dari luas perkebunan kelapa sawit yang mencapai 12.307.677 hektar, yang dimiliki oleh rakyat atau petani mencapai 4.756.272 hektar.

Angka itu meningkat tajam dibandingkan dengan tahun 1979 atau awal perkebunan rakyat, dimana total luas perkebunan kelapa sawit hanya 260.939 hektar dan yang dimiliki oleh petani seluas 3.125 hektar.

Terkait hal itu, mantan Dirjen Perkebunan itu menyatakan, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sangat berat jika tidak dilakukan dengan bersungguh-sungguh.

Baca juga: 1.530 hektare lahan sawit rakyat Kotawaringin Barat bakal diremajakan
Baca juga: KPPU monitor realisasi kemitraan perusahaan sawit dengan kebun rakyat
Baca juga: Apkasindo targetkan 75 persen kebun sawit rakyat terdaftar ISPO 2025


 

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019