Jakarta (ANTARA) - Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio mengatakan narasi kebencian, baik di dunia nyata maupun dunia maya harus dihentikan agar bangsa ini tidak terus berkutat dalam kegaduhan.

Menurut Hendri, kebebasan untuk berpendapat hendaknya diiringi dengan tanggung jawab sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.

"Kita harus kembali ke warisan pendiri seperti musyawarah mufakat, toleransi, tepo seliro," kata akademisi Universitas Paramadina ini di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Jimly minta para tokoh politik kurangi ujaran kebencian

Dalam hal ini, kata Hendri, para tokoh nasional hendaknya dapat memberikan teladan dalam bersikap dan berucap, termasuk di media sosial.

Hendri mengatakan satu hal yang harus dihindari adalah memberikan stigma tertentu kepada sesama warga negara, seperti stigma ektremis, radikal, dan intoleran.

"Yang boleh memberikan stigma radikal, ekstremis, intoleran hanya hukum. Jadi, tidak boleh individu memberikan stempel negatif kepada orang lain," ujar Hendri.

Baca juga: Kominfo minta warganet tidak sebarkan ujaran kebencian

Ia pun berharap ada penertiban terhadap akun berbayar. Pemilik akun berbayar yang bertindak sebagai "buzzer" pun hendaknya memanfaatkan kebebasan berpendapat secara bertanggung jawab.

Menurut dia, penyebaran konten politik yang melibatkan akun berbayar hendaknya dikurangi, bahkan kalau mungkin dihentikan untuk menciptakan ketenteraman.

"Akan sulit bila akun berbayar masih diberikan pekerjaan untuk menyampaikan isu tentang politik yang bisa menyebabkan bangsa ini tetap panas. Silakan saja bila tentang 'marketing' dan sisi kreativitas yang lain," ujarnya.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019