Padang (ANTARA) - Proses penetapan hutan adat Rimbo Tolang dan Rimbo Ubau untuk dikelola Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Nagari Koto Besar Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, relatif cepat dibanding hutan adat Mentawai dan Tanah Datar karena berada pada kawasan Area Penggunaan Lain (APL).

"Pada kawasan APL, penetapannya hanya perlu SK Bupati. Sementara jika berada dalam kawasan hutan perlu adanya Peraturan Daerah (Perda) yang spesifik," kata Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozarwardi Usama Putra, di Padang, Rabu.

Penyerahan SK penetapan hutan adat oleh Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Supriyanto di Padang.

Menurutnya, kawasan seluas 35 hektare di Dharmasraya itu berada di tengah-tengah perkebunan sawit dan getah, tetapi tidak terletak dalam kawasan hutan. Karena itu, meski yang terakhir diusulkan, tetapi menjadi hutan adat pertama yang diakui oleh pemerintah di Sumbar.

Wacana tentang pengakuan hutan adat sudah muncul sejak tahun 2012 pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35 Tahun 2012. Namun, realisasinya terkendala kelengkapan administrasi yang dibutuhkan. Salah satunya, Perda tentang Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang mengelola hutan adat tersebut.

Saat ini di Sumbar dari tiga hutan adat yang diusulkan, sebagian telah memiliki dasar hukum Perda, tetapi masih dalam tataran yang umum. Sementara Perda yang dimaksud langsung spesifik mengakui hutan adat.

Tiga hutan yang diusulkan itu masing-masing di Malalo Tiga Jurai Kabupaten Tanah Datar seluas 5.100 hektare dan dua usulan dari Mentawai dengan luas 7000 hektare.

Status Hutan Adat itu hingga saat ini masih dalam proses untuk dikeluarkan izinnya oleh kementerian. Sejumlah syarat harus dipenuhi agar hal itu bisa secepatnya tercapai, salah satunya peraturan daerah di tingkat kabupaten.

Proses mewujudkan hutan adat di Sumbar sudah dimulai sejak 2016. Dinas Kehutanan Sumbar bersama pihak terkait telah melaksanakan komunikasi multipihak dalam rangka proses pendampingan pengakuan hutan adat di Tanah Datar dan Mentawai.

Komunikasi multipihak dalam proses pendampingan pengakuan hutan adat bertujuan untuk membangun kesamaan pemahaman kepada para pengambil kebijakan dan multipihak di Sumbar, terutama pemerintah kabupaten dan DPRD agar mempunyai persepsi dan spirit yang sama dalam mendorong pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA).

Tujuan penetapan hutan adat untuk perlindungan masyarakat hukum adat dan kearifan lokal, sehingga hutan adat tidak menghilangkan fungsi lindung maupun konservasi. Selain itu, kekhususan adat adalah kebersamaan (komunal). Karena itu, hutan adat tidak untuk diperjualbelikan dan dipindahtangankan.*


Baca juga: Kementerian LHK serahkan SK hutan adat di Sumbar

Baca juga: Sumbar siapkan tiga lokasi untuk hutan adat

Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019