Jakarta (ANTARA) - Di tengah berkembangnya perusahaan rintisan anak muda, Save Yourselves hadir sebagai salah satu startup penyedia layanan sosial yang berbeda dari model usaha independen lainnya.

Pada 2016, Indri Mahadiraka membuka akun di aplikasi Line yang menjadi platform "curhat" yang dinamakan Save Yourselves. Indri, bersama sang adik, Riva Respati Rumamby, membuka ruang bagi siapapun untuk berbagi keluh kesah mengenai permasalahan yang sedang dihadapi.

"Saat itu kami posting tautan dari akun itu dan bilang siapapun yang ingin bercerita, kami akan mendengarkan. Kami bukan ahli psikologi tapi kami bisa menjadi teman yang mendengarkan tanpa menghakimi," Indri di Jakarta, Kamis.

Inisiatif sederhana tersebut muncul karena keduanya menyadari kurangnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental di masyarakat.

"Padahal gangguan mental adalah gangguan yang tidak mendiskriminasi. Siapapun dapat terdampak. Tak perduli apakah anda seorang raja atau pekerja biasa, Anda bisa mengalami permasalahan mental," kata Indri.

Dalam skala nasional, isu tentang kesehatan mental memang belum dianggap sebagai permasalahan yang mendesak.

Meski laporan yang diumumkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan terdapat lebih dari sembilan juta kasus kejiwaan dalam bentuk depresi di Indonesia, Indri mengatakan angka tersebut hanya 10 persen dari total masalah kesehatan di Indonesia.

Angka tersebut, menurut Indri, cukup besar, namun masih tertutupi oleh angka penyakit lain yang masih menjadi prioritas di Indonesia, sehingga penanggulangan dan pencegahannya belum banyak dipromosikan.

Animo dari masyarakat terkait layanan Save Yourselves cukup besar, sehingga platform itu berkembang dan memiliki berbagai layanan, termasuk konseling via webchat dengan admin, suicide hotline atau saluran pencegahan bunuh diri dan juga premium chat yang dapat menghubungkan penelepon dengan ahli psikologi klinis.

Sekitar 30 orang admin konseling webchat setiap hari bekerja aktif mendengarkan keluh kesah pelanggan. Sistem bekerja mereka adalah mobile, artinya mereka dapat bekerja dari mana saja.

"Seluruh admin webchat tersebar di berbagai kota," jelas Indri, kemudian menambahkan bahwa terdapat 15-20 admin untuk layanan suicide hotline yang biasanya menerima 30 keluhan dalam sehari melalui webchat.

Menjadi bisnis
Dalam menopang operasional layanan, Save Yourselves melakukan layanan konseling berbayar melalui webchat. Indri menjelaskan bahwa ada program "free trial" pada beberapa menit pertama.

"Setelah free trial itu, konseling via webchat bisa dilanjutkan tetapi dikenakan biaya," katanya. Selain itu, untuk mencari pendanaan tambahan, Save Yourselves juga melakukan stress management training untuk level institusi, baik perkantoran maupun sekolah.

Biaya yang dikenakan bervariasi, tergantung jumlah orang yang mengikuti program serta durasi dan model program yang diterapkan.

Meski fokus pada layanan sosial, Indri menyatakan tak mau menerapkan konsep organisasi nirlaba dan hanya bergantung pada donasi saja. Ia justru ingin usaha rintisannya menghasilkan pendapatan agar dapat membiayai operasional layanan konseling secara berkelanjutan.

Pada Juni 2017, Save Yourselves lolos seleksi top 100 pebisnis pemula di Echelon Asia Summit di Singapura dan masuk sebagai startup terbaik dari kategori Health and Lifestyle Vertical, serta masuk dalam peringkat 6 teratas dari Asia. "Dijadikan bisnis karena ingin melihat apakah platform ini dapat menjadi usaha yang sustainable," jelas Indri.

Peserta Susdape XIX/Aria Cindyara

Pewarta: Peserta Susdape XIX/Aria Cindyara
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019