Mataram (ANTARA) - SMA Negeri 6 Satu Atap (Satap) dan SMP Negeri 7 Satap di Pulau Moyo, Kecamatan Badas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, siap menggelar Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2019 dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana.

Kepala SMPN 6 Satap, Zainal Abidin, di Pulau Moyo, Selasa, menyebutkan jumlah perangkat komputer yang disiapkan untuk digunakan oleh siswa peserta UNBK hanya 15 unit. Dari total tersebut, milik sekolah sebanyak 9 unit, sisanya milik para guru.

"Mungkin nanti ada bantuan dari desa juga," kata Zainal di sela kegiatan sosialisasi tentang rupiah dan penyerahan bantuan oleh Bank Indonesia bersama TNI Angkatan Laut yang melaksanakan Ekspedisi Laskar 2019 di Pulau Moyo yang merupakan daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T).

Menurut dia, pelaksanaan UNBK di sekolahnya harus dilakukan mulai 2019, meskipun masih ada berbagai kendala, karena hanya SMP di Pulau Moyo yang belum menyelenggarakan UNBK, sedangkan sekolah lainnya di Kabupaten Sumbawa sudah melaksanakan.

Ada tiga SMP di Pulau Moyo, yakni SMPN 6 Satap di Desa Labuhan Aji, dan SMPN 7 Satap di Desa Sebotok, dan SMPN 3 Badas. Dari tiga sekolah tersebut, hanya SMPN 3 Badas yang harus ke daratan untuk mengikuti UNBK dengan menumpang di salah satu SMK swasta.

"SMP 3 Badas belum punya fasilitas, jadi harus menumpang di sekolah lain. Muridnya sudah empat kali bolak-balik ke daratan untuk uji coba dan gladi," ujar Zainal.

SMPN 6 Satap, kata dia, juga harus berbagai perangkat komputer dengan murid SMPN 7 Satap yang juga belum memiliki fasilitas untuk menggelar UNBK.

Zainal menambahkan pihaknya sudah membeli server untuk mendukung kelancaran pelaksanaan ujian. Namun perangkat tersebut dibeli seharga Rp12 juta dengan uang sumbangan dari para wali murid dari dua sekolah.

Para orang tua murid menyumbang secara ikhlas demi melihat putra-putri mereka melaksanakan UNBK di sekolahnya dan tidak harus ke daratan yang jarak tempuhnya empat jam dari Pulau Moyo.

"Nilai sumbangan dari masing-masing wali murid bervariasi. Ada yang menyumbang Rp100 ribu dan Rp150 ribu. Keputusan untuk menyumbang sudah dirapatkan secara bersama-sama," ucap Zainal.

Sementara itu, Kepala SMPN 7 Satap, Hairudin, mengatakan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan UNBK adalah ketersediaan listrik. Pasalnya, pembangkit listrik milik PLN yang ada di daerahnya hanya berfungsi pada malam hari selama 12 jam mulai pukul 18.00-06.00 WITA.

Dengan kondisi tersebut, kata dia, pihaknya bersama pengelola SMPN 6 Satap harus mengeluarkan biaya untuk membeli bahan bakar minyak untuk menghidupkan genset agar komputer bisa dipakai saat ujian.

"Kalau soal sinyal telekomunikasi masih memungkinkan. Tapi hanya Telkomsel saja yang bisa, yang lain belum ada. Itu pun hanya sebagian wilayah Desa Labuhan Aji yang dapat sinyal, kalau sudah ke timur hingga Desa Sebotok, sudah tidak ada sinyal," katanya. 

Baca juga: Naskah UN dikirim lewat udara di pulau terpencil
Baca juga: Masyarakat Pulau Moyo NTB sulit kembangkan perekonomian karena listrik
Baca juga: Lady Diana sampai Mick Jagger pernah ke Pulau Moyo

Pewarta: Awaludin
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019