Saya memaklumi, BPJS Ketenagakerjaan harus bergerak sesuai dengan aturan yang berlaku, karena itu kami mendesak pemerintah untuk menerbitkan peraturan pemerintah (PP) atau keputusan menteri (kepmen) yang dapat menjadi dasar hukum BPJS -TK memberi per
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi IX (Tenaga Kerja, Kependudukan, Kesehatan) DPR RI Dede Yusuf mendesak pemerintah untuk segera memperbaharui peraturan perlindungan TKI, khusus jaminan sosial yang saat ini dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Dede, usai jadi pembicara di Simposium Nasional Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di  Jakarta, Selasa, mengatakan BPJS Ketenagakerjaan sudah setahun ditunjuk sebagai pelaksana perlindungan PMI, yang memunculkan aspirasi agar kualitas perlindungan lebih baik dari pada perusahaan asuransi sebelumnya.

"Saya memaklumi, BPJS Ketenagakerjaan harus bergerak sesuai dengan aturan yang berlaku, karena itu kami mendesak pemerintah untuk menerbitkan peraturan pemerintah (PP) atau keputusan menteri (kepmen) yang dapat menjadi dasar hukum BPJS-TK memberi perlindungan yang lebih baik," ujar Dede.

Dia mengingatkan jika, menerbitkan PP butuh waktu lebih lama maka, menerbitkan Kepmenaker merupakan suatu keniscayaan.

Pada saat simposium muncul desakan dari berbagai elemen agar BPJS-TK memberikan perlindungan dalam 13 item sebagaimana yang dahulu diberikan perusahaan asuransi perlindungan  TKI. Saat ini, BPJS-TK sesuai aturan hanya memberikan perlindungan dalam dua item, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Baca juga: Ketua DPR imbau pemerintah tingkatkan perlindungan TKI

Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, Krishna Syarif, menyatakan akan terus memastikan kualitas layanan yang terbaik bagi para PMI terkait dengan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan. "Kami menyelenggarakan kegiatan simposium kali ini juga tidak lepas dari keseriusan kami dalam meningkatkan layanan dan perlindungan bagi para PMI," kata Krishna.

Simposium diikuti beragam peserta yang berasal dari lembaga terkait, seperti perwakilan dari Dewan Jaminan Sosial Nasional, BNP2TKI, BP3TKI, organisasi PMI, perusahaan jasa TKI, juga dari masyarakat umum. 

"Kami menghadirkan pembicara dari Komisi IX DPR RI, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, Migrant Care, asosiasi terkait, dan perwakilan PMI dari Taiwan," ujar Krishna.

Maksud dan tujuan simposium PMI untuk mendengarkan secara langsung keluhan dan masukan dari PMI, pengamat, pemangku kepentingan dalam memperbaiki kualitas manfaat dan infrastruktur dan proses layanan di dalam dan di luar negeri maupun layanan secara digital. 

"Kami ingin kehadiran negara dan pemerintah melalui sosialisasi dan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan benar-benar dirasakan oleh PMI di setiap negara, termasuk calon PMI sebelum keberangkatan di setiap titik layanan di tanah air," kata Krishna.

Dia berharap sarana bertukar pikiran dan diskusi itu menghasilkan rumusan ataupun strategi yang baik dan dapat diterima oleh semua pihak. "Tentunya ini juga akan menjadi hasil yang positif bagi PMI yang akan ataupun sedang bekerja di luar negeri," ucapnya. 

BPJS-TK ditunjuk sebagai pelaksana perlindungan PMI berdasarkan UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Permenaker No.7/2017 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia, mulai 1 Agustus 2018. 

Hal itu juga berdasarkan masukan dari KPK tentang pelaksanaan perlindungan TKI yang dilaksanakan asuransi swasta saat itu.

Setelah satu tahun berjalan, terhitung 1 Agustus 2018 sebanyak 398.326 PMI, yang terdiri atas 144.837 calon PMI yang sedang melakukan pelatihan dan persiapan kerja dan 253.489 PMI yang telah bekerja di luar negeri sudah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. 

Baca juga: Timwas TKI minta pemerintah bangun sistem perlindungan pekerja





 

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018