Sehingga semakin banyak umat Islam yang bisa memahami kitab kuning yang tak berharakat dengan mudah
Jakarta (ANTARA News) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bekerja sama dengan Al-Mu'allim Center menggelar pelatihan membaca kitab kuning atau kitab gundul bertajuk Training of Trainer (TOT) Cara Cepat Baca Kitab Kuning Metode Muallim, di 39 daerah seluruh Indonesia.

Ketua Umum PPP, M. Romahurmuziy di Jakarta, Jumat, mengatakan metode Mualllim ini terbukti mampu membuat santri lebih cepat membaca kitab kuning.

"Metode ini lebih menekankan pada pemahaman dibanding menghafal bait kaidah tata bahasa Arab Nahwu dan Shorrof," kata Romahurmuziy. 

Romahurmuziy mengatakan setelah menguasai netode Muallim ini para peserta TOT akan kembali ke pesantren dan lembaga pendidikannya untuk mengajarkan metode ini.

"Sehingga semakin banyak umat Islam yang bisa memahami kitab kuning yang tak berharakat dengan mudah,” kata dia.

Untuk tahap awal, TOT digelar di Jakarta mulai hari ini Jumat selama tiga hari. Selanjutkan akan dilanjutkan ke seluruh Indonesia. 

Menurut penemu Metode Muallim, KH Dawam Mu'allim bin Kunadi as-Sarangi, metode ini disusun sejak 2007 di Pesantren al-Ma'rifah Kota Bontang-Kalimantan Timur. 

Kala itu ia mendapati banyak santri yang mengeluhkan beratnya belajar tata bahasa arab Nahwu dan Shorrof dari sejumlah kitab yang ada. Sehingga ia menciptakan metode yang lebih praktis untuk cepat baca kitab kuning.

“Metode ini lebih menekankan pada pemahaman, daripada menghafal nadhom. Metode disusun secara komprehensif mengumpulkan semua bab di dalam ilmu shorof dan nahwu beserta awaamil, dilengkapi dengan mufrodat atau kosa kata, dan latihan i'rob,” kata KH Dawam.

Pada 2017, metode Muallim mengalami banyak penyempurnaan. Terutama setelah Muallim Center mengajarkannya di berbagai daerah di Nusantara, mulai dari Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan lainnya.

Sementara itu Ketua Penyelenggara Pelatihan, Syarifuddin menyebut bahwa TOT ini digelar salah satunya agar umat bisa langsung merujuk pada sumber kitab saat membahas tentang ajaran Islam. 

“Saat ini banyak orang belajar Islam melalui media sosial dan Google. Akibatnya, mereka hanya memiliki satu prespektif tentang ajaran Islam dan mudah menyalahkan orang lain yang berpandangan beda. Padahal di tradisi pesantren dan kitab, ulama sudah biasa berbeda pandangan,” kata Syarifuddin.

 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018