Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pemberantasan aksi terorisme, menunggu revisi UU Antiterorisme dan Peraturan Pemerintah (PP)-nya.

"Kita tunggu terbitnya revisi UU Antiteror dan PP-nya terlebih dahulu. Selanjutnya TNI akan menyesuaikan pelibatannya sesuai kebutuhan untuk penindakan," katanya, menjawab Antara di Jakarta, Senin.

Sebelumnya ada wacana pembentukan satuan antiteror gabungan yang terdiri atas personel satuan-satuan antiteror dari tiga matra TNI, yakni Detasemen Khusus-81 Penanggulangan Teror Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, Detasemen Jalamangkara (Denjaka) TNI Angkatan Laut dan Detasemen Bravo-90 TNI Angkatan Udara.

"Realisasinya akan menunggu revisi UU Antiteror dan PP-nya, dan disesuaikan dengan kebutuhan," kata Panglima Hadi menegaskan.

Presiden Joko Widodo meminta DPR dan kementerian terkait untuk mempercepat revisi Undang-Undang Antiterorisme.

Jika RUU Antiterorisme itu tidak rampung dalam Juni mendatang, Presiden Jokowi akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ( perppu). Presiden Jokowi mengatakan, revisi UU ini sudah diajukan pemerintah kepada DPR pada Februari 2016 yang lalu.

Presiden menekankan, revisi UU ini merupakan sebuah payung hukum yang penting bagi aparat Polri untuk bisa menindak tegas terorisme dalam pencegahan maupun dalam penindakan.

"Kalau nantinya di bulan Juni di akhir masa sidang ini belum segera diselesaikan, saya akan keluarkan perppu," kata Jokowi.

Sementara itu, Panglima TNI Hadi Tjahjanto mengatakan sambil menunggu terbitnya revisi UU Antiterorisme, pihaknya siap membantu Polri menangani aksi terorisme, berdasar permintaan Kepala Kepolisian RI.

"Tentu sepanjang ada permintaan kita akan bantu. TNI siap mendukung Polri untuk menangani dan memberantas aksi terorisme," katanya.

Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian meminta bantuan TNI untuk melakukan operasi bersama penangkapan teroris setelah terjadi tiga ledakan bom di Surabaya.

"Saya sudah minta bapak Panglima TNI, beliau kirimkan kekuatan untuk lakukan operasi bersama melakukan penangkan sel-sel JAD dan JAT yg diduga akan melakukan aksi," kata Tito di Surabaya Minggu (13/5).

Jaringan Jemaah Ansarut Daulah (JAD) dan Jemaat Ansarut Tauhid (JAT) diduga sebagai jaringan yang terlibat dalam pengeboman di Surabaya. Tito mengatakan pelaku bom Surabaya, yaitu Dita Upriyanto adalah pimpinan JAD Surabaya.

Dita melakukan aksi bom bunuh diri beserta lima anggota keluarganya yang terdiri dari istri dan empat anaknya. Satu keluarga ini melakukan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, yaitu Gereja Pantekosta, GKI Diponegoro dan Gereja Santa Maria Tak Bercela.

Menurut Kapolri, operasi bersama itu dibutuhkan karena para anggota teroris adalah orang yang terlatih dan paham cara menghindari intelijen.

Baca juga: Golkar dorong tuntasan RUU Antiterorisme
Baca juga: Yasonna Laoly desak revisi UU Antiterorisme segera dirampungkan
Baca juga: KWI-PGI desak DPR segera revisi UU Antiterorisme
Baca juga: PBNU desak pengesahan RUU Antiterorisme

Pewarta: Rini Utami
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018