Depok (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan bahwa polisi memberikan ultimatum sebelum menyerbu para tahanan, bukan bernegosiasi.

"Aparat keamanan sebelum melakukan tindakan, lebih dulu memberikan ultimatum. Jadi bukan negosiasi. Jangan salah diartikan bahwa kita bernegosiasi," ujar Wiranto di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis.

Mantan Panglima TNI itu menjelaskan melalui ultimatum tersebut, para tahanan kemudian diberikan pilihan, yakni untuk menyerahkan diri atau menerima risiko dari serbuan yang akan dilakukan aparat.

"Ultimatum ini tentu dengan batas waktu tertentu sampai mereka harus menjawab, bukan kita ulur-ulur," tambah dia.

Setelah diberikan ultimatum, menurut dia, dari total 155 tahanan yang ada di Mako Brimob Kelapa Dua, sebanyak 145 orang kemudian menyerah tanpa syarat sebelum fajar pada Kamis pagi.

"Kita minta satu-persatu mereka keluar dari lokasi dan tidak ada negosiasi dan tawar-menawar," jelas Wiranto.

Ia kemudian mengungkapkan masih ada 10 tahanan yang menolak menyerah, sehingga kemudian aparat kepolisian melakukan serbuan ke lokasi tempat tahanan tersebut berkumpul.

"Dengan tembakan, bom, granat asap, granat air mata, ternyata 10 sisa teroris menyerah. Dengan demikian lengkap 155 tahanan teroris telah menyerah kepada aparat keamanan Indonesia," tutur dia.

Menko Polhukam mengklaim bahwa tindakan polisi terhadap tahanan di Mako Brimob itu merupakan hasil keputusan rapat koordinasi yang dilaksanakan para aparat keamanan dengan pemangku kepentingan.

Ia juga menambahkan bahwa penyerbuan pada Kamis pagi tersebut sudah sesuai dengan standar operasional internasional.

Baca juga: Wiranto: 10 tahanan teroris diserbu dulu baru menyerah

Pewarta: Agita Tarigan
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018