Denpasar (ANTARA News) - Kehidupan keseharian masyarakat Bali diwarnai aktivitas pariwisata, ekonomi dan kegiatan lainnya yang sangat sibuk, namun semua itu tiba-tiba lenyap saat umat Hindu melaksanakan ibadah Tapa Brata Penyepian menyambut Tahun Baru Saka 1940 pada 17 Maret 2018, semua jalan menjadi lengang, hening.

Saat Nyepi, umat Hindu mengurung diri untuk melaksanakan ibadah Tapa Brata Penyepian yakni menjalani empat pantangan sekaligus melakukan introspeksi diri selama 24 jam penuh.

Sejak Sabtu (17/3) pukul 06.00 WITA sebelum matahari terbit hingga esok harinya, Minggu (18/3) pukul 06.00 waktu setempat, umat menjalani Tapa Brata Penyepian tersebut.

Tapa Brata Penyepian itu meliputi Amati Karya (tidak bekerja dan melakukan aktivitas lainnya), Amati Geni (tidak menyalakan api, termasuk tidak memasak), Amati Lelungan (tidak bepergian) dan Amati Lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu, tanpa hiburan/bersenang-senang).

Tahun ini, Hari Suci Nyepi memiliki keistimewaan, karena jatuh bertepatan dengan Hari Suci Saraswati, atau peringatan hari lahirnya ilmu pengetahuan.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana meminta agar kedua ritual hari suci itu dapat dilaksanakan dengan baik.

Perayaan Hari Suci Saraswati dapat dilaksanakan di rumah tangga masing-masing pada hari Sabtu dini hari antara pukul 03.00-06.00 waktu setempat, sehingga ibadahnya tidak mengganggu tapa brata penyepian yang wajib dilakukan untuk Nyepi.

Suasana di tempat-tempat wisata dan pusat perekonomian lainnya di Denpasar yang sehari-hari diwarnai kesibukan total berubah menjadi sunyi, tanpa lalu lalang kendaraan bermotor dan juga orang-orang termasuk para pelancong. Bali bagaikan pulau tanpa penghuni.

Situasi sepi yang damai juga terjadi di daerah perdesaan, seperti di Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Selain itu, kompleks Perum-Perumnas Monang-Maning Denpasar, kawasan permukiman yang dihuni sekitar 2.500 kepala keluarga lintas agama menunjukkan toleransi tinggi, semua warga menghormati pelaksanaan Tapa Brata Penyepian.

Jalan-jalan utama maupun gang-gang tampak lengang, hanya beberapa pecalang (petugas keamanan desa adat) yang berjaga terlihat sesekali berjalan. Pemandangan serupa terjadi di seluruh pelosok perdesaan di Pulau Dewata itu.

Wisatawan mancanegara yang sedang berlibur di Bali, bertepatan dengan Nyepi hanya diperkenankan melakukan aktivitas di dalam kawasan hotel tempat mereka menginap.

Sementara umat agama lain yang selama ini hidup rukun, harmonis berdampingan satu sama lain pada hari yang "diistimewakan" kali ini juga menghormati umat Hindu melaksanakan Tapa Brata Penyepian.

Hal itu sesuai dengan seruan dan kesepakatan bersama Majelis lintas agama dan keagamaan di Provinsi Bali dalam menyukseskan pelaksanaan Hari Suci Nyepi.



Semua pintu tutup

Semua pintu masuk ke Bali meliputi Bandara Ngurah Rai, serta lima pelabuhan laut pada Hari Raya Nyepi yang jatuh setiap 420 hari sekali itu ditutup selama 24 jam, guna menghargai umat Hindu yang sedang mengurung diri dan melaksanakan Tapa Brata Penyepian.

Seluruh penerbangan domestik dan internasional yang biasanya meramaikan bandara internasional I Gusti Ngurah Rai, pada saat Nyepi tidak melakukan penerbangan.

Lima pelabuhan juga tidak beroperasi meliputi pelabuhan Gilimanuk (Bali barat), Pelabuhan Padangbai (Bali timur), Pelabuhan Benoa, Denpasar, Pelabuhan Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng dan Pelabuhan Nusa Penida.

Nyepi kali ini merupakan penutupan sementara Bandara Ngurah Rai dan seluruh pintu masuk ke Pulau Dewata yang ke-19 sejak dilakukan pertama kali tahun 1999, sesuai surat keputusan Dirjen Perhubungan, Kementerian Perhubungan Nomor AU 126961/DAU/7961/ 99, tertanggal 1 September 1999 dan diperkuat surat edaran Gubernur Bali Made Mangku Pastika.

Akibat penutupan sementara Bandara Ngurah Rai menurut General Manajer Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Yanus Suprayogi, tercatat 482 jadwal penerbangan domestik dan internasional yang tidak dioperasikan dan sudah diketahui oleh semua pelaku penerbangan di dunia.

Ia juga telah berkoordinasi secara intensif dengan seluruh penerbangan yang melayani jalur penerbangan ke Pulau Dewata. Penerbangan terjadwal dan carter itu terdiri atas 244 penerbangan domestik dan 238 internasional dengan rute terbanyak tujuan Cengkareng-Jakarta, Kuala Lumpur, Singapura, Perth dan Surabaya.

Meskipun ditutup selama 24 jam, peran bandara akan tetap dilakukan untuk melayani penerbangan yang bersifat darurat. Pengelola bandara menyiagakan 368 personel di bandara untuk mengantisipasi keadaan darurat misalnya bila terjadi pendaratan darurat atau diperlukan evakuasi medis.

Sementara itu, petugas keamanan desa adat (pecalang) yang tersebar ribuan desa adat di delapan kabupaten dan satu kota di Bali juga sibuk melakukan pengamanan terhadap pelaksanaan Catur Tapa Brata Penyepian menyambut Tahun Baru Saka 1940 yang berlangsung dalam suasana khidmat, hening dan damai.

Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Hengky Widjaja menyebutkan pecalang yang ikut ambil bagian dalam pengamanan tersebut sebanyak 22.000 orang. Sebelumnya pada malam pengrupukan (Jumat malam) juga dilakukan pengamanan untuk kegiatan pawai Ogoh-ogoh bersama 5.630 personel Polri.

Ia mengharapkan seluruh masyarakat Bali agar ikut serta menjaga keamanan dan ketertiban dalam wilayah lingkungan masing-masing dengan saling menghormati dan menghargai antarumat beragama.

Pecalang selain mengamankan pelaksanaan Tapa Brata Penyepian juga mengantisipasi kemungkinan adanya warga yang sakit, dan bersiaga bila ada yang memerlukan bantuan untuk ke rumah sakit terdekat.

Dispensasi penggunaan kendaraan maupun sepeda motor pada saat hari suci Nyepi hanya dikeluarkan oleh Desa Pekraman untuk kepentingan yang mendesak seperti orang sakit dan melahirkan.

Sepinya Nyepi di Bali dilaksanakan oleh umat Hindu Bali yang melakukan Tapa Brata Penyepian didukung pengamanan dan peraturan untuk menjaga agar upacara keagamaan tersebut berjalan aman dan damai.

Baca juga: Umat Hindu Bali mulai jalani tapa brata Nyepi
Baca juga: Artikel - Hening dan keunikan Nyepi daya tarik Bali

Pewarta: I Ketut Sutika
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018