Jakarta (ANTARA News) - Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menduga mantan Ketua DPR Setya Novanto melakukan tindak pidana pencucian uang selain dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik.

"Keterangan saudara menambah daftar panjang perputaran uang di sidang ini. Saya kok mencium bau-bau pencucian uang," kata JPU KPK Abdul Basir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Basir menyampaikan hal ini saat memeriksa kurir Setya Novanto bernama Abdullah alias Wahab di Pengadilan Tipikor. Abdullah beberapa kali diminta menukarkan uang ke tempat penukaran uang dari deposito Setya Novanto dan dimasukkan ke rekening orang lain.

"Dari money changer, saya disuruh mengemas uang dalam satu kardus rokok, diserahkan dalam bentuk rupiah ya sekitar Rp2,5 miliar Pak," kata Abdullah yang sudah bekerja untuk Setnov sebagai "office boy" sejak 2000.

Penukaran dilakukan di PT Inti Valuta Sukses dan beberapa tempat penukaran uang lainnya. Abdullah menukarkan uang dari dolar AS dan dolar Singapura ke rupiah sekitar tahun 2009-2014.

"Uang rupiah itu disetorkan tunai ke rekening Mbak Wulan, itu permintaan Mbak Wulan," ungkap Abdullah.

Wulana adalah Kartika Wulandari, Sekretaris Setnov.

Abdullah juga memiliki rekening dolar Amerika dan dolar Singapura yang dibuka atas insiatifnya.

"Punya rekening dolar AS dan Singapura, itu inisiatif saya sendiri membukanya karena kalau bawa pulang berisiko. Saya bilang ke Mbak Wulan untuk buka rekening baru besoknya dikerjakan lagi. Sekali transfer bisa 10 ribu dolar AS, tapi saya kurang kurang tahu itu uang siapa, saya hanya dimintai tolong untuk transfer saja," ungkap Abdullah.

Baca juga: Saksi sebut proyek KTP-e milik "gajah"

Abdullah juga pernah menyetor tunai di bank Panin senilai Rp5 miliar pada sekitar 2014-2015, dan kadang mengirimkan uang ke rekening anak Setnov Rheza Herwindo yang ada di Amerika Serikat.

"Pernah diminta transfer tapi saya lupa berapa, seingat saya untik biaya sekolah, hanya kecil-kecil ada 5.000, 2.000 dolar AS," tambah Abdullah.

Abdullah yang pernah bekerja di PT Mondialindo Graha Perdana yang 80 persen sahamnya dimiliki Deisty Astriani Tagor dan Reza serta bekerja di PT Murakabi Sejahtera, yang dimiliki PT Mondialindo. Murakabi juga diketahui menjadi perusahaan yang mengajukan tender KTP-E.

Jaksa KPK pun mengaku punya bukti sejumlah rekening koran yang menunjukkan pencairan deposito Setnov namun hasil pencairan itu tidak dimasukkan ke tabungan Setnov tapi dialirkan ke rekening atas nama Wulan.

Atas barang bukti itu, Setnov mengaku baru mengetahuinya.

"Terima kasih yang mulia, saya khusus kepada barang bukti di Pak Abdullah saya terus terang baru mengetahui tadi, mohon maaf yang lain tidak tahu," kata Setnov.

Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-E.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018