Jakarta (ANTARA News) - Petani jambu mete diminta mengekspor biji mete tanpa kulit bijinya, selain karena biji mete kupas harganya lebih bagus, kulit biji jambu mete ternyata bisa menjadi pengganti bahan baku perekat kayu dan furniture yang selama ini memanfaatkan minyak bumi. "Sebagai negara pengekspor furniture utama dunia yang butuh bahan perekat melimpah, minyak nabati yang terbarukan lebih baik daripada minyak fosil yang suatu saat akan habis," kata Dr Budhijanto, Peneliti dari jurusan Teknik Kimia Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, yang baru saja menerima penghargaan dari Badan riset Jerman (DAAD) dan Fraunhofer, di Jakarta. Minyak nabati yang mengandung Fenol Formaldehid cukup bermutu jadi bahan baku perekat kayu dan furnitur, namun percobaan yang telah dilakukan masih harus dicampur dengan 60 persen minyak bumi. "Saya ingin membuatnya jadi 100 persen minyak kulit biji jambu mete, tanpa campuran minyak fosil," katanya. Ditanya mengapa harus dari kulit biji mete yang kurang melimpah di Indonesia, ia menjawab, Fenol Formaldehid itu sendiri sejauh risetnya hanya ada pada minyak kulit biji mete, tak ada di minyak kelapa atau di minyak biji jarak. Ekspor biji jambu mete Indonesia menurut dia mencapai 57 ribu per tahun dan hanya 3.300 ton per tahun yang dikupas, padahal ketika biji mete dikupas harganya langsung naik. Risetnya dinilai memiliki potensi keterpakaian di industri kecil dan menengah sehingga dipandang pantas mendapat penghargaan. Proyek riset Budhijanto tersebut akan didukung Dr. Stefan Friebel di Fraunhofer Institute for Wood Research (WKI) di Braunschweig, Jerman. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007