Pekanbaru (ANTARA News) - Dewan Pers Pusat menyatakan terjadi peningkatan sebesar 20 persen terhadap pelaporan pelanggaran kode etik jurnalis dalam menjalankan tugas di Indonesia hingga Juli 2017.

"Hingga kini sudah hampir 600 pelaporan masyarakat yang masuk ke Dewan Pers terhadap pelanggaran kode etik jurnalis," kata anggota Dewan Pers Pusat Hendri CH Bangun pada acara pelantikan pengurus PWI Riau di Gedung Pauh Janggi yang dihadiri Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman di Pekanbaru, Selasa.

Hendri menjelaskan adanya peningkatan pelaporan warga ini dilihat dari data tahun 2016 lalu selama setahun hanya ada 800 an pelaporan. Sementara saat ini baru masuk semester I sudah ada 600 an. Artinya menjelang akhir tahun bisa mencapai 1.000 sampai 1.200 aduan.

"Diperkirakan naik 20 persen," ucapnya.

Menurut dia, naiknya pengaduan terhadap pemberitaan jurnalis ini dikarenakan begitu menjamurnya media dalam jaringan (daring) atau online yang berdiri. Tanpa syarat dan keterampilan serta pelatihan sudah terjun langsung ke lapangan sehingga beritanya tidak sesuai kode etik yang diatur.

Tidak adanya larangan mendirikan media membuat online tumbuh bagaikan jamur di musim hujan, tetapi tidak diikuti kecakapan jurnalisnya.

"Memang terbanyak pelaporan terhadap jurnalis yang pemberitaannya di tayangkan online," ujarnya yang juga menjabat sebagai Sekjen PWI Pusat.

Dia menyatakan pelanggaran kode etik jurnalis yang sering dilakukan ada dua yakni wartawan sering tidak konfirmasi dalam menulis berita, lalu kesalahan lainnya pemberitaan yang menghakimi.

"Misalkan seseorang ditulis sebagai koruptor dan peselingkuh tanpa ditanyakan kebenarannya kepada yang bersangkutan," ujarnya mencontohkan.

Karena itu saran dia perlu ada pelatihan jurnalis secara berkala di daerah-daerah yang diadakan oleh organisasi wartawannya seperti PWI, AJI, IJTI dan sebagainya. Hanya karena mereka tidak punya anggaran disinilah peran pemerintah kabupaten/kota dan swasta membantu untuk pelaksanaan.

"Karena kalau wartawan taat kode etik yang untung kan pemerintah juga," tuturnya.

Ditanya apa kerugian banyaknya pengaduan bagi organisasi wartawan ia menambahkan tidak ada secara langsung, akan tetapi ini sebagai gambaran bahwa pers Indonesia tidak dewasa.

Selanjutnya akan dinilai agar pers perlu kembali ke fungsinya seperti jaman Orde Lama di mana diatur tidak seperti sekarang yang bebas.

"Jangan sampai nanti dikhawatirkan ada permintaan pers pakai izinlah, wong dikasih kebebasan malah suka-suka," tegasnya.

Pewarta: Fazar Muhardi/Vera Lusiana
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017