Semarang (ANTARA News) - Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi membantu penyandang difabel Ahmad Zulfikar Fauzi untuk mengurus ijazahnya dari MTs Al Wathoniyah Semarang yang sempat tertahan.

Didampingi orang tua dan kakaknya, pemuda berusia 20 tahun itu bisa mendapatkan ijazahnya dalam pertemuan yang difasilitasi Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi, di ruang kerjanya di Balai Kota Semarang, Senin.

Penyandang difabel yang berdomisili di Jalan Widuri 3, Kelurahan Bangetayu Kulon, Semarang, itu sebelumnya sempat kesulitan mengambil ijazahnya ketika lulus pada tahun 2012 karena terkendala permasalahan administrasi.

"Saya sudah beberapa kali mengajukan surat keterangan tidak mampu (SKTM) kepada sekolah dan telah disetujui kepala sekolah. Namun, tetap saja ada tagihan dari pihak TU (tata usaha) sekolah," kata Anshori, ayah Zulfikar.

Hingga kelulusan anaknya pada tahun 2012, kata dia, tagihan biaya sekolah yang harus dibayarkan membengkak hingga jutaan rupiah sehingga membuatnya tidak bisa mengambil ijazah anaknya untuk melanjutkan sekolah.

Hendi selaku Wali Kota Semarang mengaku mendapatkan laporan itu sehingga langsung mengonfirmasi Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Bunyamin karena satuan kerja perangkat dinas (SKPD) itu punya anggaran untuk siswa tidak mampu.

"Awalnya, saya mendapatkan laporan mengenai ijazah Zulfikar karena terhambat biaya administrasi yang mencapai Rp30 juta. Saya kemudian hubungi Pak Bun (Kepala Disdik, red.) untuk membantu menyelesaikan persoalan ini," katanya.

Bahkan, dia juga bersedia membantu Zulfikar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan memintanya mencatat nomor teleponnya apabila membutuhkan biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan buku.

"Kami ingin memastikan Zulfikar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ke depan, Disdik diminta menyosialisasikan kepada warga yang tidak mampu bahwa mereka berhak mendapatkan pendidikan yang layak," tegasnya.

Sementara itu, Kepala MTs Al Wathoniyah Semarang Kasno mengaku kaget dengan besaran tunggakan administrasi sebesar Rp30 juta sebab besaran tunggakan setelah dikonfirmasi bendahara sekolah ternyata hanya Rp871.500.

"Tidak benar kalau sampai Rp30 juta. Yang benar hanya Rp871.500. Selain itu, tidak ada hubungannya dengan ijazah karena syarat penerimaan ijazah hanya cap tiga jari, dan selama ini belum dilakukan Zulfikar," katanya.

Pada kesempatan itu, Kasno pun enggan menerima biaya pelunasan tunggakan yang ditawarkan wali kota karena pada dasarnya tidak ada kaitannya antara pelunasan tunggakan biaya administrasi dengan pengambilan ijazah siswa.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017