Jakarta (ANTARA News) - Sutina (58) dan Saman (62) tak kuasa menahan air mata ketika ingat kecelakaan yang menimpa cucu pertama mereka, M. Hudzaifah (16), di kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat, 22 Januari 2012 lalu. 

Sebetulnya, kecelakaan lalu-lintas maut sekaigus tragis itu terjadi di halte bis persis di depan Kantor Kementerian Perdagangan, Jalan Mohammad Ridwan, dekat kawasan Patung Pahlawan (awam mengenalnya sebagai Tugu Tani), Jakarta Pusat. 

Saat itu, sang cucu yang kerap disapa Ujay menjadi salah satu dari sembilan korban meninggal dunia, dalam kecelakaan mematikan karena mereka ditabrak mobil ngebut yang dikendarai pemudi bernama Afriyani Susanti.

"Suka sedih kalau lihat ada yang meninggal karena tabrakan," ujar Sutina kepada ANTARA News saat ditemui di kawasan Jalan Sumbadra Dalam, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat belum lama ini.



Keduanya mengaku masih merinding bila melewati lokasi tabrakan maut yang dialami Ujay dan sebisa mungkin menghindari melewati lokasi itu.

"Masih merinding kalau lewat situ (halte Tugu Tani). Kalau lewat jalan itu masih terbayang Ujay pernah kejadian di situ. Enggak pernah lewat situ lagi," kata Saman.

Kendati begitu, baik Sutina maupun Saman mengaku telah mengikhlaskan kepergian Ujay ke pangkuan Yang Maha Kuasa, sekaligus memaafkan pelaku yang kini diketahui masih menjalani masa tahanannya.

"Mau dibilang apa, anaknya sudah enggak ada. Diserahkan saja sama Yang Maha Kuasa saja. Biar dia tenang, enggak ada ganjalan apa-apa," kata Saman.

Suami isteri yang telah tinggal di kawasam Johar Baru selama belasan tahun itu berharap tak ada lagi kecelakaan serupa yang menimpa para pejalan kaki.

"Jangan ada lagi kecelakaan lah seperti itu," tutur Sutina.

Setiap tahun, tepat di hari meninggalnya Ujay, mereka menyiapkan nasi pecel atau uduk untuk disedekahkan pada orang-orang yang membutuhkan.

"Suka bikin nasi pecel lah, nasi uduk, ape aje setiap tahun disedekahin biasanya sih. Teman-teman nya sih suka pada ke halte. Malam kalau habis magrib suka pada ke halte," tutur Sutisna.

Hal senada diungkapkan Maria, kakak M Akbar, salah satu korban meninggal dalam kejadian yang sama dan Usup (60), ayah mendiang Firmansyah (21).




Bagi Maria, kepergian adik bungsunya memang menyisakan duka mendalam. Namun, dia dan keluarga sudah mengikhlaskannya.

"Sampai sekarang mau ke lima tahun, masih inget terus. Ingetnya juga sekarang sudah enggak ada. Sudah ikhlas," ujar dia.

"Seminggu kemarin kurang lebih, kemimpi Akbar. Sampai saya ngomong sama emak saya, mak kemimpi mak, Akbar. Dia lagi di atas lagi tiduran. Cakep banget. Pakai kaos putih. Ini mau lima tahun. Didoain saja," kata Maria.

Biasanya, Maria dan keluarga mengadakan pengajian setiap malam Jumat, mendoakan mendiang Akbar. Namun tidak untuk tahun ini karena alasan biaya.   

"Dua tahun sekarang enggak, karena untuk berobat orangtua. Pengajian di rumah, tahlilan. Kadang ke masjid. Setiap malam Jumat. Kirimin Al-Fatihah," kata Maria saat ditemui ANTARA News di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat. 



Maria juga mengaku telah memaafkan pelaku. Dia berharap pengendara bisa lebih awas pada keselamatan pejalan kaki, sesama pengguna jalan.

Kecelakaan di Tugu Tani yang menewaskan sembilan orang dan melukai empat lainnya menjadi salah satu latar belakang diperingatinya Hari Pejalan Kaki Nasional, 22 Januari. 

Jakarta dan banyak lagi kota besar di Indonesia memang masih bukan kota yang menghormati apalagi melindungi pejalan kaki. Mobil, bis, dan sepeda motor sering menjadi tiran yang kejam bagi pejalan kaki di tangan para pengemudinya.

Pewarta: Lia Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017