Bantul (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Setya Novanto mengutamakan konsolidasi dan rekonsiliasi untuk menyatukan partai ini setelah sebelumnya sempat terbelah karena dualisme kepemimpinan.

"Partai Golkar waktu itu terbelah antara Pak Agung Laksono dan Pak Aburizal Bakrie, kemudian sejak menyatu maka yang saya utamakan yaitu konsolidasi dan rekonsiliasi," kata Setya Novanto saat pengarahan pada Musda Partai Golkar Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, rekonsiliasi atau perbuatan memulihkan hubungan pada keadaan semula, penyelesaian perbedaan tidak hanya dilakukan di tingkat DPP, namun juga di DPD (Dewan Pimpinan Daerah) tingkat satu maupun tingkat dua.

"Dan yang paling terpenting adalah di kecamatan dan kelurahan serta desa-desa," kata Ketua Fraksi Golkar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ini.

Setya Novanto mengatakan sebelum terpilih menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar, mantan Ketua DPR RI ini saat mengusulkan hingga menjadi Ketua Umum tidak berani berkunjung ke Yogyakarta, karena khawatir tidak terpilih akibat dinamika politik waktu itu.

Namun demikian, setelah terpilih dan selesai melakukan rekonsiliasi maka semua kader partai berlambang pohon beringin baik yang sebelumnya berada pada kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie adalah keluarga besar Partai Golkar.

"Tidak boleh ada lagi perbedaan kubu sana dan kubu sini, jadi dengan rekonsiliasi ini juga saya mohon khusus di kecamatan, kelurahan mari kita bersatu kembali, sehingga dengan bersatu ini tentu tidak ada orang sana dan sini," katanya.

Setya mengatakan dalam rekonsiliasi tersebut dia sudah berkeliling ke sebanyak 29 provinsi di Indonesia dalam seratus hari, sedangkan kehadiran ke Yogyakarta (DIY) termasuk untuk membuka Musda Partai Golkar Bantul ini merupakan provinsi ke-30.

"Saya ke mana saja diundang selalu hadir, apakah di provinsi dan kabupaten/kota. Untuk acara Musda saya biasakan tidak perlu di hotel, namun bisa di tengah-tengah rakyat, karena Golkar suara rakyat, maka saatnya kembali ke rakyat," katanya.

Pewarta: Heri Sidik
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016