Kendari (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI, Adrian Napitupulu mengatakan pemmanfaatan tambang di berbagai daerah di Indonesia, harus bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tidak merusak lingkungan.

"Dalam waktu dekat, pemerintah akan membolehkan perusahaan tambang mengeskspor nikel dalam bentuk ore (tanah bercampur tanah-red). Kebijakan tersebut akan membawa dampak penggunaan kawasan tambang yang luar biasa," katanya saat berbicara pada Seminar Nasional Pertambangan dan Energi dalam Bingkai Nawacita di Kendari, Sabtu.

Oleh karena itu kata dia, dalam setiap penggunaan kawasan tambang, faktor kesejahteraan rakyat dan keselamatan lingkungan harulah menjadi pertimbangan utama.

"Kalau dalam penggunaan kawasan dapat merusak seribu pohon, maka seribu pohon tersebut harus bisa meningkatkan kesejahteraan minimal dua ribu jiwa rakyat," katanya.

Jika dalam merusak seribu pohon hanya bisa menyengsarakan sebanyak 2.000 jiwa rakyat, maka penggunaan kawasan tersebut sebaiknya tidak dilakukan.

Menurut dia, dalam pengelolaan kawasan tambang yang disertai dengan pendirian smalter, maka yang dapat terganggu bukan hanya keseimbangan lingkungan melainkan kesehatan masyarakat sekitar juga bisa terganggu.

"Kesehatan masyarakat bisa terganggu karena keberadaan smalter bisa menimbulkan polusi udara dan juga kebisingan," katanya.

Pada seminar yang diselenggarakan DPD POSPERA Sulawesi Tenggara itu, panitia seminar juga menghadirkan pembicara lain, yakni Asisten I Sekretariat Pemerintah Kabupaten Konawe Selata, Muhammad Isra, Kepala Perwakilan BIN Daerah Sultra, Zulkarnain dan Kasubdit Ekonomi Khusus Ditrekrimsus Polda Sultra, Hadi Winarno.

Menurut Muhammad Isra, penggunaan lahan kawasan di wilayah Konawe Selatan, telah menimbulkan berbagai masalah, antara kerusakan lingkungan dan sengketa lahan dengan warga sekitar.

"Kerusakan lingkungan akibat pertambangan di Konawe Selatan telah menyebabkan debit air sejumlah sumber mata air berkurang. Dampaknya yang lebih jauh, sawah petani yang semula dua sampai tiga kali panen dalam setahun, kini tinggal sekali panen," katanya.

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016