Pola perilaku tersebut disebabkan cacatnya sistem kebijakan, pelatihan, dan pengawasan BPD."
Washington (ANTARA News) - Kepolisian Baltimore (BPD) dianggap kerap melanggar hak konstitusi warga, demikian hasil penyelidikan Departemen Hukum Amerika Serikat (AS), bermula dari kematian tahanan kulit hitam Freddie Gray pada 2015.

Penyelidikan Departemen Hukum AS resmi disiarkan dalam jumpa pers di Baltimore pada Rabu pagi waktu setempat. Akan tetapi, laporan sempat beredar tak lama setelah kematian Gray pada April 2015.

Polisi Baltimore menahan Gray (25) karena melarikan diri tanpa sebab di lokasi kejahatan.

Ia mengalami cedera leher dalam mobil polisi saat diborgol. Lelaki itu tewas satu minggu kemudian.

Insiden tersebut memancing kerusuhan dan aksi protes di Baltimore, kota yang mayoritas penduduknya berkulit hitam sebanyak 620.000 jiwa.

Kematian itu juga menjadi isu perdebatan nasional yang menyasar taktik polisi, bahkan berujung pada munculnya gerakan "Hidup Orang Kulit Hitam Berharga".

Laporan setebal 163 halaman dari Departemen Hukum AS menemukan bahwa Kepolisian Baltimore sering melakukan penghentian, penggeledahan, dan penahanan yang tidak sesuai kaidah hukum.

Bahkan, departemen itu mencatat bahwa seringkali aksi ilegal itu berdampak kepada penduduk kulit hitam di Baltimore.

Hasil penyelidikan turut menemukan bukti bahwa polisi sering mengerahkan pasukan bantuan secara berlebihan, bahkan membalas aksi para warga yang dilindungi undang-undang.

"Pola perilaku tersebut disebabkan cacatnya sistem kebijakan, pelatihan, dan pengawasan BPD. Bahkan, akuntabilitas dari struktur terkait gagal melengkapi petugas dengan alat yang dibutuhkan agar bekerja secara efektif dan sesuai hukum federal," catat Departemen Hukum AS.

Juru bicara kepolisian Baltimore belum bersedia memberi keterangan.

Enam petugas telah digugat dalam kasus kematian Gray, namun sidang mereka jalani berakhir tanpa pemberian hukuman. Jaksa menghentikan gugatan tersebut bulan lalu.

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016