Kabul (ANTARA News) - Setelah tahun 2015 berlalu tanpa terobosan dalam pembicaraan perdamaian antara pemerintah dan Taliban, rakyat Afghanistan berdoa bagi kebangkitan kembali pembicaraan damai yang diharapkan bisa meredakan kekerasan di negara itu pada Tahun Baru.

Gerilyawan Taliban belum lama ini meningkatkan serangan mereka terutama di provinsi bagian selatan negeri tersebut, bekas kubu Taliban, dalam upaya merebut lebih banyak wilayah yang telah menyulut pertempuran sengit selama bertahun-tahun antara pasukan pemerintah dan Taliban.

Taliban hampir merebut daerah Sangin yang secara strategis sangat penting dan Khansheen di Helmand di dekatnya.

Namun, para petempur Taliban didesak mundur oleh pasukan pemerintah setelah kedatangan tentara bantuan.

Setelah situasi keamanan memburuk di negeri tersebut, masyarakat internasional telah bekerja keras untuk membawa kedua pihak ke meja perundingan.

Afghanistan dan Pakistan telah mengumumkan babak pertama pertemuan empat-pihak yang meliputi Pakistan, Afghanistan, Tiongkok dan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan berlangsung Januari untuk merancang peta jalan yang jelas dan menyeluruh guna memfasilitasi rekonsiliasi Afghanistan.

Semua mata sekarang tertuju pada pertemuan empat-pihak yang dipandang penting dalam mencari cara untuk membangkitkan kembali proses dialog antara Pemerintah Afghanistan dan Taliban.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Afghanistan Khairullah Azad pada Selasa (29/12) mengatakan pembicaraan yang diusulkan tersebut akan diselenggarakan dengan gerilyawan "yang tertarik pada perdamaian di Afghanistan".

"Menurut pendapat saya, semua warga Afghanistan menyambut baik penyelenggaraan pertemuan yang akan menyusun peta jalan bagi pembicaraan perdamaian. Saya optimistis upaya baru-baru ini oleh para pejabat Pemerintah Afghanistan dan Pakistan selangkah demi selangkah akan membawa hasil," kata analis lokal Nazar Mohammad Mutmaeen kepada publikasi lokal Tolo News, Kamis (31/12).

Beberapa analis lokal berpendapat bahwa biasa bagi kedua pihak yang berperang di mana pun untuk memperlihatkan kekuatan mereka dan prestasi di lapangan sebelum mereka dapat duduk di meja perundingan.

Menurut pendapat saya, Taliban siap mengadakan pembicaraan perdamaian. Mereka telah mengetahui bahwa perang bukan solusi krisis. Mereka sudah tahu bahwa rakyat Afghanistan akan menyalahkan mereka jika perang dan pertumpahan darah berlanjut," kata Mutmaeen.

Babak pertama pembicaraan langsung antara Taliban dan pemerintah Afghanistan diselenggarakan di Pakistan Juli tahun lalu.

Tapi proses itu dihentikan oleh pemimpin baru Taliban Mullah Akhtar Mohammad Mansoor setelah pemimpin lamanya Mullah Mohammad Omar dikonfirmasi tewas.

Pada Senin, Kepala Staf Angkatan Darat Pakistan Jenderal Raheel Sharif mengunjungi Kabul dan bertemu dengan Presiden Mohammad Ashraf Ghani dan Pemimpin Eksekutif Abdullah Abdullah.

Mereka bertukar pandangan mengenai beragam isu termasuk bagaimana melawan terorisme dan melanjutkan proses perdamaian Afghanistan.

Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif baru-baru ini mengatakan bahwa Islamabad akan terus mendukung proses pembicaraan yang dipimpin dan dimiliki oleh Afghanistan.

"Sebagai tetangga, Pakistan berperan penting dalam pembangkitan kembali pembicaraan perdamaian dan membuatnya berorientasi pada hasil," kata pengamat politik Prof Sayed Jaffar Rastin kepada Kantor Berita Xinhua pada Rabu.

Para analis menyatakan perdamaian dan stabilitas Afghanistan akan membawa keuntungan bagi kawasan, meningkatkan kerja sama ekonomi antara Afghanistan dan negara-negara tetangganya.

"Partisipasi Tiongkok dan Amerika Serikat dalam pembicaraan akan mendorong proses perdamaian," kata Prof Rastin.

Secara umum, persepsi di antara warga Afghanistan adalah bahwa selama perundingan awal antara pemerintah dan Taliban, kedua pihak harus mengupayakan gencatan senjata dan Taliban harus menghentikan kekerasan dan memutuskan hubungan dengan kelompok bersenjata asing yang memerangi pemerintah bersama Taliban, demikian seperti dilansir kantor berita Xinhua. (Uu.C003)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016