Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dalam penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI), HW, meminta penyidik Bareskrim untuk memeriksa kliennya di Singapura.

"Penasihat hukum HW minta untuk diperiksa di Singapura, karena yang bersangkutan (HW) sedang sakit," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Victor E. Simanjuntak, di Jakarta, Senin.

Menurutnya permintaan itu karena HW akan menjalani operasi bedah jantung di Singapura, sehingga tidak memungkinkan bagi HW untuk diperiksa ke Indonesia.

"Dia (kuasa hukum) melayangkan surat permohonan permintaan pemeriksaan di luar negeri disertai dengan surat rencana operasi bedah jantung," ujarnya.

Terkait hal itu, Victor mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kabareskrim. Pasalnya keputusan pemeriksaan yang dilakukan di luar negeri, menurut dia, tidak mudah.

Terlebih jika dilakukan di Singapura yang memiliki kebijakan melindungi setiap warga yang berada di negara tersebut, meski dalam status tersangka.

"Perlu diketahui bahwa keputusan untuk memeriksa tersangka di negara orang lain ini bukan perkara gampang, apalagi Singapura. Makanya tergantung hasil koordinasi dengan pimpinan," tuturnya.

Dalam kasus ini, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni RP, HW dan DH. Dari ketiga tersangka, hanya HW yang belum diperiksa penyidik karena berada di Singapura.

Dalam kasus kondensat, TPPI diketahui telah melanggar kebijakan Wapres Jusuf Kalla (saat itu).

Sesuai kebijakan Wapres bahwa penunjukan TPPI sebagai pelaksana penjualan kondensat bagian negara diberikan dengan syarat hasil olahan kondensat dijual kepada PT Pertamina.

Namun, kenyataannya TPPI malah menjual kondensat ke pihak lain, baik perusahaan lokal maupun asing.

Kasus ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada Oktober 2008 terkait penjualan kondensat untuk kurun waktu 2009-2010. Sementara perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.

Penunjukan langsung ini menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.

Para tersangka yang terlibat dalam kasus ini telah melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.

Dalam kasus kondensat tersebut, negara diperkirakan dirugikan sebesar 156 juta dolar AS atau Rp2 triliun.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015