Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terus mengingatkan dan mendorong para pelaku usaha yang ingin mengembangkan bisnis perlu memerhatikan perlindungan kekayaan intelektual produk.

"Ketika pelaku usaha masuk dalam pasar dan gagal menerapkan sistem kekayaan intelektual, dia akan menghadapi berbagai macam hambatan dan rintangan," kata Plt Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Kemenkumham Razilu melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Selain itu, apabila tidak memanfaatkan sistem pelindungan kekayaan intelektual maka risiko lain yang dihadapi pelaku usaha di antaranya produk atau proses yang dihasilkan berpeluang besar melanggar kekayaan pihak lain.

Baca juga: Kemenkumham upayakan pencatatan hak cipta selesai dalam hitungan menit

"Contoh, tidak mendaftarkan mereknya. Maka tidak aman dalam pengembangan bisnis karena sewaktu-waktu dapat dilaporkan dan digugat oleh pemilik merek terdaftar," kata Razilu.

Kemudian, produk atau proses yang dihasilkan lemah dalam kompetisi perdagangan, baik di tingkat nasional maupun global. Alasannya, karena pelaku usaha tadi tidak memiliki hak eksklusif dan tidak memilik hak monopoli serta banyaknya kompetitor yang menjual produk sejenis.

Selain hal tersebut, produk atau proses yang dihasilkan lemah dalam mempertahankan keunggulannya. Produk yang dihasilkan akan menghadapi hambatan saat proses bea cukai di negara tujuan ekspor.

"Buat pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor untuk produknya akan mengalami hambatan di bea cukai," kata Razilu yang juga Inspektur Jenderal Kemenkumham tersebut.

Baca juga: Kemenkumham imbau pelaku UMKM daftarkan barang ke Madrid Protokol

Tidak hanya mendorong untuk mendaftarkan merek ke kekayaan intelektual, Kemenkumham juga menyarankan pelaku usaha, khususnya bagi usaha kecil menengah (UKM) untuk menjual produknya dengan semenarik mungkin sehingga memberikan nilai tambah ekonomi.

"Misalnya dengan memberi merek pada produk tersebut, kemudian dikemas dengan kemasan yang bagus," ujarnya.

Menurut dia, semua produk dapat diberikan nilai tambah atau "economic value added" dengan memanfaatkan kekayaan intelektual.

Sebagai contoh produk kopi. Kalau menjual bubuk kopi tanpa kemasan ataupun dengan kemasan seadanya, maka harga jualnya akan murah. Sebaliknya, apabila kopi tersebut diolah, diberi merek tertentu, dan dikemas dengan kemasan yang menarik kemudian didaftarkan sebagai desain industri, maka nilai jualnya akan lebih tinggi.

Baca juga: Kemenkumham luncurkan pusat data nasional kekayaan intelektual komunal

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021