Natal dan Tahun Baru diperkirakan menjadi momen peningkatan konsumsi, sehingga dapat mendorong kenaikan inflasi
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memproyeksikan inflasi 2021 akan mencapai 1,9 persen jika dibandingkan dengan tahun 2020 (year on year/yoy), melihat perkembangan inflasi November 2021 yang tercatat 1,75 persen (yoy).

Dengan demikian, inflasi masih berpotensi menguat secara bertahap seiring dengan perkembangan positif mobilitas masyarakat pascapelonggaran PPKM.

“Natal dan Tahun Baru diperkirakan menjadi momen peningkatan konsumsi, sehingga dapat mendorong kenaikan inflasi. Namun, potensi tekanan inflasi lebih tinggi akan relatif minimal seiring dengan penghapusan libur Nataru, serta pengetatan PPKM di seluruh wilayah Indonesia," kata Febrio dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu.

Dirinya mengungkapkan naiknya inflasi November 2021 terutama disumbang oleh inflasi inti dan harga yang diadministrasikan atau administered price, seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan mobilitas masyarakat karena pandemi yang mulai terkendali, di tengah inflasi komponen makanan bergejolak atau volatile food yang sedikit melambat.

Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month to month/mtm), terjadi inflasi sebesar 0,37 persen pada November 2021, sehingga inflasi Januari-November 2021 mencapai 1,30 persen, sedangkan inflasi inti terus melanjutkan tren meningkat, mencapai kisaran 1,44 persen (yoy), naik dari angka Oktober 1,33 persen (yoy).

Naiknya mobilitas masyarakat pascakebijakan pelonggaran PPKM secara bertahap telah berdampak pada peningkatan permintaan masyarakat secara umum, sementara itu tekanan harga di tingkat produsen diperkirakan mulai diteruskan pada harga konsumen meskipun masih terbatas.

Inflasi volatile food menurun menjadi 3,05 persen (yoy), lebih rendah dari Oktober yang sebesar 3,16 persen (yoy), meski demikian jika dibandingkan secara bulanan (mtm), harga beberapa komoditas mengalami peningkatan karena perbaikan permintaan, masuknya musim penghujan, serta harga komoditas global.

"Pemerintah berkomitmen menjaga akses pangan masyarakat miskin dan rentan dengan tetap menyalurkan bantuan sosial pangan, serta menstabilisasi harga pangan pokok, terutama beras. Pemerintah pusat dan daerah juga terus memantau potensi kenaikan harga pangan di akhir tahun, mengingat faktor masuknya musim hujan dan perayaan Nataru," ungkap Febrio.

Selain itu, inflasi administered price melanjutkan tren peningkatan mencapai 1,69 persen (yoy), naik dari Oktober 1,47 persen (yoy), yang didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara seiring semakin meningkatnya mobilitas masyarakat antardaerah, serta sebagai dampak kenaikan harga rokok kretek filter.

Dalam masa pemulihan ekonomi, pemerintah terus konsisten untuk mendukung terjaganya harga energi domestik untuk menjaga momentum pemulihan konsumsi dan daya beli masyarakat, serta menetapkan kebijakan dalam mengantisipasi lonjakan mobilitas dengan menghapus cuti bersama akhir tahun dan meningkatkan kembali level PPKM di momen Nataru.

Baca juga: BPS catat inflasi 0,37 persen pada November 2021
Baca juga: BPS: Indonesia beruntung miliki inflasi rendah di tengah COVID-19
Baca juga: BPS akan selenggarakan survei biaya hidup pada 2022

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021