Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta menyatakan pentingnya untuk dapat mengevaluasi program terkait penyediaan pupuk bersubsidi bagi petani, dalam rangka meningkatkan produktivitas hasil pertanian nasional.

"Beberapa temuan dan pengalaman menunjukkan bahwa misalnya dalam situasi kelangkaan atau keterlambatan pupuk subsidi, petani kecil cenderung mengurangi penggunaan pupuk ketimbang membeli pupuk nonsubsidi yang tersedia atau memilih mengolah kompos sendiri sebagai pengganti pupuk kimia," kata Aditya Alta dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Dengan kata lain, menurut Aditya, petani dinilai masih melakukan pertimbangan dari faktor subsistensi, seperti biaya dibandingkan dengan faktor peningkatan produktivitas.

Ia mencontohkan jika ada dua produk pupuk di kios tani, yang satu bersubsidi dan yang satu tidak, petani kecil juga umumnya akan lebih memilih produk yang lebih murah walaupun mungkin kurang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan unsur hara di lahan pertanian yang dikelolanya.

Aditya berpendapat  hal ini juga menunjukkan adanya kegagalan pasar, di mana petani melihat unsur biaya lebih penting daripada manfaat pemupukan optimal. Hasil ekonomi menjadi kurang maksimal dan produksi pertanian kurang mampu memenuhi permintaan secara optimal.

"Intervensi diperlukan untuk mengoreksi kegagalan pasar, salah satunya melalui intervensi pemerintah dengan kebijakan input. Namun demikian, subsidi input, terutama pupuk, tidak hanya tidak efektif tetapi justru memunculkan masalah-masalah baru," imbuhnya.

Baca juga: KSP: Kartu Tani tingkatkan akurasi penyaluran pupuk bersubsidi

Menurutnya, penelitian CIPS menemukan bahwa disparitas harga antara pupuk subsidi dan nonsubsidi memunculkan pasar sekunder di mana pupuk bersubsidi dijual kembali di pasar komersial.

Murahnya pupuk bersubsidi juga dapat mendorong munculnya kejadian seperti kasus overdosis pupuk urea di beberapa daerah di Jawa. Penggunaan urea secara berlebihan juga merupakan gejala kurangnya pengetahuan akan pengelolaan tanaman yang baik.

Penelitian CIPS merekomendasikan perlunya desain ulang kebijakan input pertanian, misalnya subsidi pupuk sebaiknya diubah menjadi pembayaran langsung kepada petani untuk memangkas perantara serta memastikan bantuan tepat sasaran.

"Penerapan Kartu Tani memungkinkan pemberian bantuan dan insentif yang lebih terarah untuk mendorong praktik pertanian yang lebih optimal, yaitu melalui pembayaran langsung," katanya.

Namun, lanjutnya, pembayaran langsung tersebut harus dibatasi hanya untuk pembelian input pertanian sehingga tidak dapat ditarik tunai dan tidak boleh dibatasi pada pupuk saja dan merek tertentu saja sehingga memungkinkan petani menggunakan saldo bantuan sesuai kebutuhannya.

Baca juga: DPR cari formula terbaik terkait program pupuk bersubsidi

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021