Sekarang, misalnya di Eropa sedang tinggi-tingginya, sehingga sejumlah negara melakukan lockdown, jadi mau tidak mau, kita harus bersiap-siap juga...
Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 berharap pengelola wisata memahami mengapa pemerintah menerapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) saat akhir tahun nanti, poin pentingnya demi mencegah lonjakan kasus.

Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas COVID-19 Hery Trianto mengatakan berkaca dari ledakan COVID-19 sebelumnya, lonjakan kerap terjadi sekitar tiga sampai empat pekan setelah libur panjang.

"Sekarang, misalnya di Eropa sedang tinggi-tingginya, sehingga sejumlah negara melakukan lockdown, jadi mau tidak mau, kita harus bersiap-siap juga dengan kemungkinan-kemungkinan itu," ujar Hery dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Satgas: Meningkat jumlah negara yang alami lonjakan jelang akhir tahun

Selain itu, kata Herry, lonjakan COVID-19 di Indonesia selalu tiga sampai empat bulan lebih lambat dari negara lain, sehingga pembatasan perlu dilakukan.

Dengan demikian, pemerintah terpaksa mengambil kebijakan PPKM saat Natal dan Tahun Baru demi membatasi mobilitas masyarakat dan mencegah  lonjakan kasus.

"Jadi gas dan rem itu harus secara fleksibel digunakan, tentu saja dengan meminimalkan risiko-risiko ekonomi yang timbul," kata Hery.

Di sisi lain, ia mendorong para pengelola tempat wisata agar berinovasi dalam menggaet para pelancong yang mengalami pergeseran tren berlibur di masa pandemi COVID-19.

"Saat ini tren berwisata telah berubah, dengan atau tanpa PPKM, masyarakat saat ini lebih memilih untuk berwisata di alam atau tempat terbuka dan menginap di tempat yang terpisah," ujarnya.

Baca juga: Satgas COVID-19 minta ada pengawas prokes di fasilitas publik

Hery mengatakan pergeseran tren berlibur itu harus dicermati dan dijadikan peluang agar bisa kembali bangkit setelah porak-poranda terimbas pandemi COVID-19.

Sementara itu, Ketua Sub Bidang Komunikasi Publik Satgas COVID-19 Troy Pantouw mengatakan sektor pariwisata sangat erat hubungannya dengan industri jasa dan kegiatan yang mengumpulkan banyak orang.

Sektor ini, kata dia, sangat lekat hubungannya interaksi manusia satu dengan manusia lainnya. Sehingga tidak heran setiap habis libur panjang dan perayaan keagamaan angka penularan kembali melonjak.

"Jangan sampai, karena ketidakdisiplinan kita, karena abai terhadap prokes, wabah ini kembali merebak seperti semula di mana angkanya sangat tinggi dan banyak menekan korban jiwa. Jangan sampai juga, karena kita abai terhadap prokes, kehidupan yang nyaris berjalan normal ini kembali lumpuh seperti semula," kata Troy.

Senada dengan Troy, Kepala Bidang Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Provinsi Bali Ni Nyoman Ayu Andriani mengatakan COVID-19 telah berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan di Bali, terutama di bidang sektor pariwisata, yang merupakan tumpuan ekonomi Pulau Dewata.

"Sebagai provinsi yang sangat bertumpu terhadap sektor pariwisata, yaitu sebesar 53 persen dan sebanyak satu juta lebih tenaga kerja diserap dari sektor pariwisata, tentu terdampak COVID-19 (dengan terbatasnya kunjungan wisatawan domestik, bahkan wisatawan mancanegara masih dilarang)," kata Ayu.

Namun demikian, kendati wabah telah meluluhlantakkan sektor pariwisata, tetapi  kebijakan PPKM, penerapan prokes tetap harus dilakukan demi menekan angka penularan COVID-19.

"Untuk membatasi mobilitas masyarakat yang akan menuju Pulau Dewata, Pemprov Bali telah mengetatkan pengawasan di pintu masuk Bali," kata dia.

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021