Diderita oleh peserta JKN-KIS pada rentang usia 51-65 tahun
Jakarta (ANTARA) - BPJS Kesehatan memperkuat kegiatan promotif dan preventif Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dalam rangka menekan angka kasus diabetes di Tanah Air.

“Penyakit DM mayoritas diderita oleh peserta JKN-KIS pada rentang usia 51-65 tahun dengan prevalensi kasus 57 persen dari total kasus sejak tahun 2017-2020," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti saat menjadi panelis pada Peringatan Hari Diabetes Sedunia 2021 di Jakarta, Minggu (14/11).

Ghufron mengatakan BPJS Kesehatan telah mengeluarkan total Rp20 triliun untuk membayar pelayanan dan obat-obatan penyakit katastropik, salah satunya Diabetes Melitus (DM) sepanjang 2020.

Ia mengatakan peningkatan kasus yang terjadi dari tahun ke tahun menjadi perhatian dan memberikan gambaran pentingnya penguatan promotif preventif dan penerapan pola hidup sehat sejak dini.

Baca juga: Dokter: Penanganan penderita diabetes harus selesai di faskes satu

Baca juga: JKN-KIS fasilitasi amputasi penderita diabetes


Untuk memberikan pelayanan kepada peserta, khususnya yang mengidap penyakit DM, kata Ghufron, BPJS Kesehatan telah menjalin kerja sama dengan 22.965 FKTP dan 2.567 rumah sakit.

"FKTP juga kami dorong untuk memperkuat upaya promotif dan preventif demi menekan angka pertumbuhan penyakit DM," katanya.

Di samping itu, BPJS Kesehatan telah berupaya menghadirkan inovasi untuk mengendalikan dan mengelola penyakit diabetes melitus, antara lain dengan menyediakan layanan telekonsultasi dengan dokter FKTP, pelaksanaan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) secara daring, kebijakan iterasi obat bagi peserta JKN-KIS yang memiliki penyakit kronis, antrean online pada Mobile JKN, dan skrining kesehatan.

"Pemeriksaan dini sangat penting dilakukan. Untuk itu, kami terus mendorong FKTP agar giat mengajak peserta menerapkan pola hidup sehat dan melakukan deteksi dini melalui skrining kesehatan yang bisa diakses melalui aplikasi Mobile JKN sebagai upaya untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan risiko penyakit tertentu,” kata Ghufron.

Dalam pelaksanaannya, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi BPJS Kesehatan dalam mengendalikan penyakit DM, seperti keterbatasan tenaga kesehatan dan sarana prasarana FKTP untuk pelayanan pengendalian DM dan belum meratanya pemenuhan faskes pemeriksaan penunjang Prolanis kata Ghufron menambahkan.

“Kemudian, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dalam Pelayanan DM belum disosialisasikan secara masif kepada seluruh FKTP, sehingga belum dapat diimplementasikan dengan optimal. Namun jika melihat komitmen dan upaya penyempurnaan yang terus dilakukan oleh pemerintah beserta seluruh stakeholder lainnya, kami optimis upaya pengendalian penyakit DM bisa semakin baik ke depannya,” ujarnya.

Pada acara yang sama, Ketua PB Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Ketut Suastika mengatakan tugas pokok dari PB PERKENI adalah mengedukasi para tenaga medis dan membuat sebuah model pendidikan.

Dirinya yakin apabila edukasi terus dilakukan, kompetensi para tenaga medis di layanan primer maupun sekunder bisa dibangun dan diperbaiki. Dirinya berharap, dengan koordinasi yang dilakukan dengan BPJS Kesehatan hingga Kementerian Kesehatan, pelayanan di fasilitas kesehatan, khususnya pelayanan DM dapat terus ditingkatkan.

Sementara itu, Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Putu Moda Arsana menyampaikan pihaknya sangat mendukung upaya dalam menambah ketersediaan tenaga kesehatan. Namun, ia mengatakan, penambahan tenaga kesehatan juga harus diiringi dengan kualitas yang mumpuni, sehingga nantinya mampu menangani penyakit DM secara komprehensif.

Baca juga: Ekonom dukung kebijakan terkait cukai minuman berpemanis dan plastik

Baca juga: BPJS Kesehatan raih penghargaan di kompetisi inovasi pelayanan publik

 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021